Kamis, 29 Desember 2011

MEMIHAK PADA EGO

Kulihat banyak orang berlari dan bersembunyi
Dibalik kegelapan mencari pembenaran atas diri
Setiap langkah begitu nista tanpa nurani menyertai
Terperosok diantara lumpur penuh noda melekat didiri

Lalu apa sesungguhnya yg dicari
Kala cinta tak lagi mampu memperlihatkan jati diri
Segalanya seakan terlepas dari norma yg harus dipatuhi
Dunia memang telah membusuk
Aromanya kian menyengat membuatku mual

Pembenaran yang selalu memihak pada ego
Membuatku seperti orang bodoh
Kekecewaan akhirnya hinggap dan lekat dihati
Tanpa mampu ungkapkan yg sesungguhnya terjadi
Terdesak hingga membuatku sesak
Sudahlah,,biarlah,,abaikan saja
Karena aku pun telah teramat lelah

DI CADAS RINDUKU

Aku hanya menengok rinduku kembali
Menafaskanmu lagi di desahanku
Menuturkanmu menjadi wacana tak berbatas
Lalu memahat senyummu di langit hatiku

Agar tiap kutengadahkan rupaku ke atas
Nampak senyummu menepis rinduku
Namun, jika kelak kutak dapat menarasikanmu lagi
Maka akan kuprasastikan saja dicadas rinduku
Yang tak akan menepi dan mengikis




MENAHAN PEDIH



Berlaksar waktu
Aku di belantara duka
Berteman rimbunan pepohon
Yang menunduk sayu
Simpati pada nasibku.

Mengapa
Takdir harus kutempuh
Dugaan apa yang melanda
Jika setiap perjalananku
Berteman genangan airmata.

Aku sudah penat
Berada di jejak-jejak luka
Menahan pedih
Diseksa sengsara
Setiap langkah
Berpijak serpihan kaca.

Oh!
siang malamku
meratap hiba

SENJA YANG BASAH



Bila ada sebuah hati
Yang berpelangi
Itulah hatiku
Yang telah diguyur gerimis
Hingga bermekaran aneka bunga
Lengkap dengan warna mejikuhibiniu

Senja yang basah
Terasa begitu indah
Saat kau rebah
Di bahu, pasrah

Sayang,
Aku tak menjanjika apapun pada mu
Tetapi, aku akan tetap menjaga pelangi
Hingga suatu saat nanti
Seorang pangeran datang menjemputku
Itulah dirimu
Yang akan membawaku ke negeri di awan

DALAM DERU MENDESU

Lembayung bersenandung
Aku menari di atas lembar awan
Senja yang merindu ajari tentang sahabat
Riak sungai mengajari tentang arti sahabat
Dalam deru mendesu siang dan malam

Terus mengembara di teras beranda
Di setiap nikmatnya sisa sisa waktu
Di helaan nafas-nafas tepian senja
Mencium wajah senja biru samudra
Mencium langit senja yang membiru
Mencium sajjadah senja yang membumi

Sahabat...
Terimalah untaian aksaraku tanpa prahara
Dalam senyum sesimpul persahabatan

BIBIR LIRIH BERGUMAN

Tudung senja merah saga
Kalungkan bias jingga
Dikanvas cakar langit maya pada
Riuh pikuk camar menari
Lantunkan ayat-ayat cinta laduniawi

Lena netra
Dibuai keindahan rona senja
Merdu syahdu kicauan elang
Digendang telinga

Dari titik terang
Kian meniti tamaram
Posos dunia tetaplah membumi
Bibir lirih bergumam
Atas semua asmaMU

Indah ciptaan dan karuniaMU
Kupuji dan selalu ku syukuri penuh

BERSULANG KASIH

Hidup ini
Adalah keindahan
Dialah yang memberimu luka
Dialah yang memberimu kemegahan
Tersenyumlah sedikit untuk lukamu
Karena disitulah keindahan
Yang membuat kemegahan
Dihati dan jiwa
Senyumlah
Teruslah tersenyum
Sampai senyumanmu
Akan menjadi air mata
Mari
Balut luka
Dengan sedikit senyum kita
Mari
Tumpahkan air mata
Diatas gelas yang tersedia
Mari
Bersulang kasih diatas meja
Hidup ini,
Penuh warna cinta
Lihatlah
Cinta telah tampak dikedai rasa
Tuang dikit lagi
Inilah keindahan kita

SEBONGKAH JANJI

Cakar aksara
tunduk tertampar
sabda ilalang
sungguh sayang

Kanda
Kupuja patahan aksara
Lentik jemari syurga
Kini tiada
Terpa ilalang menyapa

Kau imaji sastra sufi
Kudapati sebongkah janji
Tirakat bakul munajat
Disisa jamuan akhirat

Sayang...
Biduri menanti
Pada sepi tetes janji
Di akil rasa di awal cinta
Harap sapa

Selasa, 27 Desember 2011

DENDANG LIRIH

Jangan tarik tabir diriku
Karena engkau akan buat aku tak berdaya
Basuhlah rasaku dari ceceran liur sekujur diri
Karena penat yang kini merejam-rejam kalbu

Dengus nafasmu menata hasrat
Lenguh jiwamu membuatku melayang
Lupakanlah asa siang usai menjelang
Engkau gumuli aku dengan pesona yang mendesah

Sudah cukup tolonglah hentikan
Karena ulahmu menghantarkan aku pada surgawi
Tapi aku tak ingin semua cepat berakhir
Walau sedari tadi engkau memula aku yang mahir

Biarlah aku tetap dalam dekap yang menggelitik
Menatap diri pada palung gelora yang manasik
Menutup mata tetap terjaga agar melata
Menanti dalam pasungan degap-degup karma bercinta

Terima kasih purnama terangi asmara
Dendang lirih menahan rintih yang membahana
Rajut kasih singgasana mahkota kekasih
Berharap jadi perwujudan hati buah cinta terkasih

KETIKA PAGI BERANJAK

Angin, jawablah
Tanyaku malam begini
Bagaimanakah dengan esok hari
Biar kucontek
Barang sekedip jawabannya
Semoga angkasa
Membuka warta kehidupan
Diantara gemuruh kilau kilat
yang menyambar

Kutak bisa meraba
Apa yang ada dalam kisahku
Sudikan engkau jatuhkan
Setitik hujan airmata langitmu
Biarkan jiwa hati menangkup
Percikan anindha nan suci
Semoga sebutir titah Illahi
Datang, merasuk dalam qolbu

Dan ketika pagi beranjak
Meriap wajah bumi
Kutiitipkan pintaku
Kepada mentari
Jatuhkan sekilas
Sinar lembutnya
Ketika suhu badanku
Sedang meninggi
Atau saat raga selaraskan
Arah tuk berdiri
Mengikuti nyanyian alam
penuh misteri

HENING

Hening itu tak membuatmu terlelap
Hening itu tak membuatmu bermain dengan mimpi mimpi bisu
Hening itu menarikmu dalam bait bait bahasa yang ranum
Hening itu menarikmu sejenak menuangkan kalimat kalimat sahaja tak bertuan?

HMm .. sejuta makna hening ketika kau mampu terdiam
Sejuta tutur kata hatimu menguasai seluruh pandanganmu
Hingga kau terdiam dan terpaku menatap kekosongan
Hingga kau bermain diantara hayal hayal fikiranmu

Dan hening menghanyutkanmu
Ke dalam dunia yang berbeda
Ke dalam dunia yang membisu
Ke dalam buntu yang akhirnya membukakan jalan

Dan hening mengubahmu
Ke dalam sisi hidup yang merenungi
Ke dalam sisi bahasa yang hanya kau tahu
Ke dalam sisi hatimu yang sejujurnya

Dan Hening memanggilmu untuk tersadar
Diantara kelelahan tapak tapak alam bawah sadarmu berlari
Diantara ide ide yang membuyarkan kepenatan itu
Diantara kebosanan yang kau habiskan seharian

Dan biarlah Hening menghampirimu
Hingga kau temukan arti pencarianmu
Hingga kau temukan arti tulisan tulisan yang tersirat
Hingga kau temukan kedamaian disana

HANYA ADA SATU

Manakala raga masih terjaga
Diantara gulandahku yang mendera
Malam ini kucoba rebahkan asa
Dalam peluk kehangatanmu kasih

Menelaah dan mencoba
Memaknai dari kekurangan diri
Dimana selalu saja ada onak dan duri
Yang mencabik-cabik masing-masing pribadi

Dalam hitam putih suaraku menyapa
Menyela ditepi malam yang kian pekat ini
Kian mengharu biru rindu ini padamu
Rentangkan doa gurat hindar hasutan iblis

Lentik kau kian kemilau intan
Selaksa bintang diperaduan malamnya
Dalam hati ini hanya ada satu
Guratan cinta yang terlukis indah
Yakni hanya kidung cintamu
Hatiku terlena akan gita dan melodi cintamu

Maafkanlah
Kala jiwa dijamahi murka
Hanya jiwa bungkamlah yang kupunya
Untuk rebahkan letih dari selaksa prasangka

Senin, 26 Desember 2011

MEMAHAT PELANGI

Setitik air mengalir diatas gersang
Tetes mengalir melalui arus
Dalam sungai pipi
Segumpal asa menjadi rasa
Derai kian tak henti
Menyentuh pori sungai hati

Ku tawar kan sebilah minuman
Dengan genggaman harapan
Akan membasahi rongga
Namun kilas tak mampu ku teguk
Karna takut akan kepahitan
Tawar bukan lah pahit
Tapi rasa mendorong rongga
Untuk enggan menyentuh nya

Duh indah ku tatap penuh keraguan
Pandangan kosong akan kesesatan
Hilang seakan tenet memilukan
Adakah reda dikala hujan ?
Reda dengan tabur terang
Memahat pelangi
Indah kala bersinar kini
Namun tak dapat ku nikmati
Hanya sekilas indah aku rasakan kini

BICARALAH

Akan ku tulis kerinduan di keningmu
Seperti kerontangnya tujuh musim
Wajah pagi hilang bentuk
Keluh kesah bergetar
Di ujung kepedihan
Saat kapan mala-petaka
Mencaci dunia
Dari jaman ke jaman

Mengapa ini jadi beledru
Seperti sulaman permadani koyak
Jaman Daud ini terjadi?
Sampai saat semuanya berakhir
Matahari dan bulan bersentuhan

Kasih
Adalah malam berselimut kelam
Betapa bayang panjang
Kian membentang
Bicaralah di hatimu
Tentang cerlang langit tujuh
Di sana aku juga sedang berbincang
Tentang asa bersilang gemilang.

SAPA LEMBUT SANG SURYA

Awan tersenyum manis
Terbentang di cakrawala
Putih laksana kapas
Mentari duduk di singahsananya
Menebarkan aroma rindu
Pada persada
Burung burung berlarian
Melayang di angkasa
Kupu kupu menari
Di hamparan taman
Mawar yang merekah

Daun daun bercengkrama mesra dengan embun
Melambai lambai di tiup sepoy angin yang lembut.
Secangkir teh panas terhidang
Aroma yang begitu khas menemani senja
Senyum manis menebar pada indahnya semesta

Awan menyendawan di langit
Mengumpulkan gemintang di galaksi
Meramu cahaya dalam bilangan masa
Memberi terang pd bumi nan gelap
Angin berhembus dari tengah samudera
Menandakan pagi telah tiba
Sapa lembut sang surya
Pada malam yang berpamitan

RINDU MENJEMPUT MALAM

Senja memerah saga
Siluet matahari jatuh
Samudera menggelombang
Desir angin menderu pilu

Ada bayangan rembulan
Mengapung di atas awan
Pucat sinarnya berjatuhan
Serupa hujan tanpa tetesan hampa

Rindu menjemput malam
Bertemu jiwa di fatamorgana
Berdarah kaki safana
Tertusuk pepasir aksara dusta

SAJAK-SAJAK CINTA BERBISA

Masih termaktub
Di bibir prasasti
Tentang momen sabtu kelabu
Hasrat jiwa petik sukma
Melati buyar saat kau lantunkan
Sajak-sajak cinta nan berbisa

Sempat terhitung langkah qu
Serta detak jantung qu
Desahkan nostalgia
Dibalik tirai kenangan
Sunggingkan senyum
Kencani duka

Langkah Sikap qu
Digantung tinggi
Dibuang jauh
Oleh luahan hatimu
Kau sodorkan satu kasturi
Beralaskan duri
Menusuk kalbu

DIANTARA HENING MALAM

Rembulan..
Kini kumelihat kau
Bersinar ditemani sang bintang
Dan aku ikut bahagia untukmu

Biarlah...
Biarkan saja aku
Ikut bahagia karenamu
Sambil memeluk warna
Yang pernah menjadi milik ku

Berbahagialah...
Dan biarkan aku
Berjalan bersama sisa waktu
Yang masih kumiliki

Biarlah...
Meski ku tahu
Semua tak akan pernah sama lagi
Karna semuanya telah berubah

Kini diantara hening malam
Saat angin berhembus dingin
Kunikmati derak ranting patah
Bersama daun kering
Yang terus berguguran
Tanpa tahu
Kapan akhirnya

MENEPI DALAM RATAPAN

Bumi yang mengeja matahari
Mendadak diam
Seperti langit runtuh
Dan rembulan
Menangis diujung rasi
Layaknya rebahan
Yang tak bertubuh
Jangan berkata janji
Yang digenggam mati
Kala debaran mengikat
Asa bernoktah
Lantas untuk apa
Kibarkan asmara hati
Jika berpilar naungan
Gaung seribu rapuh
Beri aku satu kematian
Karena kehidupan
Hanya sandiwara
Yang kelak menuai lelaku
Yang tak berjiwa
Hingga ada dan tiada
Menepi dalam ratapan
Jangan nantikan
Dari awal mula
Yang telah pun
Tiada akan akhirnya
Berpulanglah kembali
Sebelum terulang
Karena janjiku
Bukan sepuhan
Tapi bertulang

Minggu, 25 Desember 2011

PRASANGKA

Aku terdiam dalam bungkam
Saat jarum-jarum prasangka
Hunusi pori-pori sukmaku
Begitu runcing menikam
Hingga kedasar ruang nuraniku
Tak bisakah sekejap saja
Kau berdamai tanpa prasangka
Aku memohon dengan kerendahan hati
Tolong rahimkanlah sejenak
Riuhnya gemuruh prasangka
Yang memekakkan gendang runguku
Pusarakanlah ragumu
Benamkan pula egomu
Agar kita bisa merasakan
Betapa indah'nya rasa yang kita miliki

MENGEJA PERJALANAN MALAM


Tingkah nakal sang bayu
Masih tak henti menggodaku
Di antara sejuk'nya rinai embun
Yang masih setia memeluk pagi
Tak pula aku beranjak
Dari dingin yg mendekap
Meski gigil telah kuyupkan aku
Dalam kebekuan yang meralung
Entah mengapa
Aku tak pernah jengah
Berdiri disini
Mengeja perjalanan malam
Hingga pagi datang menjelang
Netraku yg nanar
Tak pernah redup menalari pekat
Demi mengharap sosok bayang'mu
Hadir menjamah rasa'ku
Meski hanya terhitung
Dalam kejapan mata

AKU YANG SELALU TERJAGA


Jiwa yang sendiri ini
Yang selalu terjaga dari lenanya netra
Saat gulita menyapa malam
Dan para insan asyik mengeja mimpi-mimpi mereka
Aku justru di sini dengan tatapan nanar
Berdiri di perigi malam
Dengan nafas yang jauh dari pembaringan jeda
Sendiri di hamparan gulita'nya malam
Dalam lembutnya belaian sang bayu
Aku bercumbu dengan sunyi
Memeluk pekat di kaki langit
Berbaur dengan debu dan roda-roda jalanan
Dengan selaksa asa dalam tengadah
Mengaharap embun merinai
Dipelataran pijak'ku
Tak jarang letihku merengek manja
Bahkan jengah kerap hinggapi ruang nuraniku
Namun aku tetap bertahan
Demi sebuah hidup yang lebih bermakna
Dan aku percaya akan karunia'NYA
ALLAH tak akan meninggalkan aku
Dalam keterpurukan

DILEMA CINTA

Siang masih menyisakan terik
Ketika senja merangkak temaram
Mengikis sisa-sisa peluh yang terbakar
Dari sengatan terik mentari
Harapku letih kan sirna di pembaringan jeda
Ketika gontai langkahku memasuki huma
Telah ku rejam netra agar kantuk menghiba
Namun anganku justru sibuk mengembara
Lalu singgah pada bait-bait aksara
Yang masih melekat pada ingatan
Masih terngiyang di runguku
Canda-canda binal gadis pujangga
Menggodamu dengan untaian aksara
Mengetuk pintu cintamu dengan jemari genit
Meski enggan kau berbalas aksara
Tak urung kau pun tergoda
Ach....
Cinta memang penuh dengan dilema
Misteri rasa siapa yang bisa menerka
Kecuali SANG pemilik semua rasa
YA ILLAHI RABBY.....

PASRAH DALAM SIMPUH

Malam belum lagi usai merinaikan pekat
Ketika angan'ku mengembara
Dibentangan belantara sunyi
Terukir kembali larik-larik kenangan
Pada lembaran kanvas gulita
Merinai kembali air mata rindu
Basahi semak-semak nurani
Yang telah lama kerontang
Gundah'ku kian bingar
Meriuh diantara lenguh nafas
Mengusik detak jantung
Ku teriak'kan kerinduan'ku
Pada hembusan sang bayu
Agar sayap-sayap kegelisahan'ku berpendar
Dibentangan cakrawala
Meski ragu nurani
Apakah gendang rungu'mu
Akan mendengar teriakanku
Apakah pijar mata indah'mu
Akan menatap kepak sayap'ku
Yang telah rapuh
Dan apakah rasa'mu
Akan menjadi kembaran rasaku
Entahlah
Aku hanya mampu simpuh dalam pasrah
Karna memang hanya ini yang bisa ku lakukan
Menyampaikan pesan-pesan kegelisahan
Pada hembusan sang bayu
Yang mungkin hembusan'nya
Bisa saja datang terlambat

JANJI EMBUN PADA PENGHUNI PAGI

Remang cahaya malam
Berpendar dibentangan sunyi
Sementara guratan pekat
Kian merepih menyunting pagi
Tergugah sang embun
Dari lelap'nya mengeja mimpi
Beranjak meninggalkan peraduan
Di rinaikan tangis kerinduan'nya
Pada reranting dan dedahan
Diantara lenguh nafas sang bayu
Embun tak henti bercumbu
Hingga kilau lentik jemari timur merekah
Dan memapah'nya pada peraduan
Esok hari embun akan kembali
Dengan kerinduan yang sama
Untuk menepati janji
Pada penghuni pagi
Yang tak pernah jengah menanti

SELAKSA KENANGAN

Palung sukmaku menjerit
Saat malam memapahku
Ke dalam dekapan sunyi
Tanpa meninggalkan pesan
Entah apa yang tersirat
Pada fikiran sang bintang
Saat pijar'nya mengerling
Menyaksikan kesendirian'ku
Karna angan ku
Sibuk mengembara
Pada selaksa kenangan
Yang pernah terajut
Tanpa kusadari
Butiran-butiran kristal
Jatuh bersimbah
Membsahi sudut-sdut bibir'ku
Gundahpun kian meralung
Meriuh di kedalaman rasa
Berkerumun
Diantara lenguh nafasku
Sesak dadaku dihimpit pilu

SAHABAT TANPA WUJUD

Kehadiran'mu
Yang tak kenal musim
Meliuk di jajaran waktu
Yang berpendar
Saat ramah menyapa
Kau berbagi tak kenal rupa
Gemulai tarian'mu
Menyeruak di bentangan kaki langit
Membelai helaian dahan
Berhembus disetiap desah nafas
Godamu tanpa aksara
Menyilak helaian rambut'ku
Aku hanya terdiam
Menikmati liukan nakal jemari'mu
Walau terkadang
Kau tampar pias wajah'ku
Dengan aroma dingin
Kau hunusi pori-poriku
Hingga tergigil tubuh'ku dalam beku
Namun aku tak pernah jengah
Bersahabat dengan'mu
Aku bahkan menempatkan'mu
Pada persemayanan yang senyap
Dan kerinduan'ku
Membuncah pada'mu
Saat gerah membakar peluh'ku
Engkaulah sang bayu
Sahabat tanpa wujud
Dan tiada berbentuk

SELAYAK-NYA KAU TAU

Aku selalu berharap
Guratan awan akan beranjak pergi
Di iringi dengan rinai hujan rindu
Yang jatuh dihamparan pijak'ku
Dan menjadi butiran-butiran kasih
Yang selalu terbingkai Di dinding rasa

Tapi mengapa
Prasangka baik yang ada di ruang nurani
Tak seindah dengan nyata
Karena yang datang justru amukan badai
Di iringi dengan hujan prasangka
Yang tak henti menghunusi serambi jiwa

Nanar netramu memandangku sebelah mata
Garang-mu seakan ingin melumatkan-ku
Dari lantai kebersamaan
Yang selama ini terbina dengan indah
Tutur-ku selalu kau anggap dusta
Tiada pernah terlihat
Bias kepercayaan di rona wajah-mu
Kecuali guratan curiga
Seakan diri ini tiada berharga

Aku hanya terbungkam
Ketika belati prasangka
Menghunusi palung sukma
Aku pun tak tau
Apa yang harus kulakukan
Untuk meyakinkanmu
Jika diri ini tak pernah bisa
Berpaling ke lain hati

Dan seharus-nya kau tau
Langkah-ku gontai tanpa kau iringi
Hatiku berselimut resah
Tanpa sapa manismu
Selayak-nya kau tau itu
Agar tiada lagi Kau halau guratan awan
Dengan merinaikan hujan prasangka

KERINDUANKU

Inilah kerinduan ku pd mu syang
Meski pilu terasa
Diri kan selalu tertawa
Agar dirimu tak pernah menduga
Apa yang kini melanda raga
Dalam phitnya pilihan dunia

Inilah kasih sayang-ku
Hadir sekedar menyapa
Meski hanya sekedar tanya
Tak ingin di hati terbesit kecewa
Ketika derita ku menerpa palung sukma
Hingga di balik kabut malam
Penuh dengan tangis prasangka

Biarlah,,,,biar
Aku sendiri yang menanggung semua siksa
Walau aku tahu pasti hati-mu akan terluka
Karena sudah cukup air mata tertumpah
Basahi ruas rongga jilbab mu

Izinkan dlm diam ku berpikir
Langkah mana yang akan ku ukir
Bersama-mu selamanya
Atau menuju takdir akhir usia

KANVAS DUKA

Mata ini tak lena terpejam
Saat gundah membingar
Naluri ini tak kuasa meronta
Saat bentangan jarak
Memasung kerinduan'ku padamu

Pun jemari'ku ini tak kuasa merengkuh
Saat sosok bayang'mu menjelma
Yang mampu kulakukan
Hanyalah melukis paras'mu
Pada kanvas duka
Dengan tinta air mata

KAU LENTERA HATIKU

ketika alam
mengubah terang
menjadi gelap pekat
ada lentera yang menerangi

ketika hati
menjadi sunyi dan sepi
menjadi gelap tanpa warna
engkau datang menjelma
menjadi lentera yang terang

itulah yang ku rasakan
ketika malam kembali datang

kau sinari hatiku
dengan senyum ceriamu
dengan canda tawamu
dan hangat kasih sayangmu

dalam sujud ku berdo'a
dalam tengadah ku meminta
untuk menjaga lentera itu
agar tak lelah menyinari hatiku

NADA INDAH

Sebait kata cinta ku tuliskan didinding malam
desah nada jiwa tentang rindu yang mendalam
merajut aksara kasih dalam gelap ku menyulam
berbenangkan tinta hitam saat waktu kian mengelam

Melantun nada indah saat bayang mu menyapa
ku goreskan puisi cinta pada setiap bait aksara
terselipkan kerinduan dalam semua rangkaian kata
melantunlah sebuah irama dalam setiap alunannya

Bergemuruh nafas malam saat rindu ku membuncah
menjeritlah desir angin meratapi kesah jiwa
tersampaikan pada langit dikisahkan di semesta
terdiamlah kegelapan dalam pesona sebuah cinta

MENJAMAH MALAM

Ketika rindu ku membuncah dikedalaman hati
bersenandunglah gelisah ku mengalun bagai melodi
menancapkan satu nama yang selalu menghiasi
merayap ke jiwa ku dan menikam dalam sepi

Berdesirlah darah ku terbuai bayang mu kasih
menjamah malam di pekat nya kesah hati
setiap saat mendatangi ku lewat mimpi
terbungkamlah pagi ku terseret lamunan sepi

Berdetak waktu melagukan nyanyian rintih
tersentaklah angan di sapa kidung sunyi
berdendang siang lewat dawai matahari
membakar rindu ku bagai kan dilumat api

KAU HIDUP DALAM DIRIKU

beberapa masa yang lalu
kita bertemu
beberapa masa yang lalu
kita berpisah

tetapi. . .

setiap waktu
aku memikirkanmu

di sela nafasku
hembuskan nafasmu
di setiap denyut nadiku
berdetak jantungmu

kau hidup dalam diriku
ku rasakan
apa yang kau rasakan
ku rasakan
saat kau menangis dan tertawa

walau raga terpisah jauh
tanpa ikatan noktah
tak akan bisa pisahkan cintaku
yang tak pernah sirna, untukmu

WAHAI KEKASIH HATI

Aduhai engkau kekasih hati
Dendang malam ketika hati di sapu rindu

Telah mengurai bait-bait cinta menyebutkan nama mu
Dan tersentak aksara ku dari sebuah lamunan bisu

Wahai kekasih hati
Purnama telah menangis dalam ratap malam ku

Ketika ku pecahkan dinding langit menanyakan tentang kamu
Saat cinta mu berbisik di kedalaman jiwa ku

Lihatlah wahai kekasih hati
Membentang lautan di hadapan netra kita
Merintih asa di jiwa merindukan raga
Agar engkau dan aku dapat berjumpa
Memadu kasih kita di tepian sunyi samudera

Dengarlah wahai kekasih hati
Sejuta bintang pun akan enggan berpijaran
bila malam tak menghadir kan senyum rembulan

Dan mentari pun akan berlalu dalam senja yang temaram
meninggalkan banyak cerita untuk kelak kita kisahkan

CELOTEH RINDU

Celoteh rindu ku merobek dinding malam
Pecahlah tangis bulan saat ujar ku menikam

Terhenyak bintang-bintang saat tutur ku menghujam
Tersentak dari lelapnya di kala waktu kian kusam

Terbangun dedaunan dalam gelisah rintih dahan
Ketika ranting-ranting di sapu angin berdesir

Menangis tawa langit dikala bumi mengoceh awan
Bersabda kepada hujan agar hapuskan kekeringan

Merintih kidung rindu di sapa kemarau kesunyian
Meratap setiap bait dalam dendang asa

Bergemuruh buih ombak memecah pantai kehidupan
Berteriak kepada camar agar gemakan perjuangan

Terhenti tembang malam kala fajar menggantikan
Memucatlah wajah bulan saat mentari terbit

SETELAH SENJA BERANJAK

Indah ku tatap nanar sang rembulan
Sangat anggun memecah awan hitam
Tersorot oleh mata sayu dari lorong waktu
Yang menjadi saksi setiap kerinduanku

Purnama nampak sempurna
Anggun dengan rajutan sutera putih
Menyinari kepingan rindu sebatang kara ini
Setelah senja beranjak terusir gelap malam

Andaikan cintaku sesempurna purnama itu
Alangkah indahnya kisah bersanding bintang-bintang
Sangat sunyi tanpa ada celoteh sinis di telingaku
Mungkin ini ujianku menuju sempurna

MERINTIH DI TIRAI SIANG

Akulah bintang yang mendekam di jantung malam
Terpanah ratapan bulan ketika terbungkus kelam

Seperti dendang taman dalam kisah musim gugur
Daun-daun berjatuhan sampai akhirnya terkubur

Akulah rindu yang gelisah menanti fajar
Melewati malam hari dalam sepi tanpa sinar

Seperti senandung ladang saat musim kekeringan
Menengadah kepada langit bermohon turun hujan

Akulah cinta yang merintih di tirai siang
Terbakar ditungku hari dan rindu ku pun meradang

Seperti nyanyian ombak yang bergulung ketepian
Berkisah tentang nakhoda yang terdampar di lautan

AKU COBA

Di saat malam mulai diam
Di saat dingin kuat menghujam
Saat itulah rinduku bertaut
Mencari dermaga cinta yang karam


Berderai air mataku
Jika teringat kenangan lalu
Masa-masa indah bersamamu
Yang kini menjadi puing-puing bisu

Aku coba menggapai bayangmu
Yang menghias lamunan rinduku
Aku coba memetik senyummu
Yang kau lempar kepadaku

Namun semua sia-sia
Karena yang ku jumpai hanya
Bayangan semu dirimu
Yang bisu dan selamanya bisu

AKU HANYALAH RANTING RAPUH

Begitu banyak kenangan yang terlewati
Diantara tangis dan tawa yang menemani
Kini aku disini sendiri menanggung sepi
Bersama serpihan-serpihan cinta yang tersisa

Aku tak akan pernah pergi
Selama ada cinta
Yang bersemayam di hati
Satu cinta yang pernah ada
Dalam lubuk hatimu
Yaitu cinta dari hatimu
Yang mampu meluluhkanku

sadar diri aku hanyalah ranting rapuh
Yang tak patut mendapatkan cintamu
Namun di ruang terdalamku selalu berharap
jika masih ada cinta tulusmu untukku
Akan ku abdikan sisa hidup ini
Hanya untukmu seorang
Hingga mata ini tak lagi mampu
Menatap teduh'nya pandanganmu

TAK SEINDAH RONA JINGGA ITU

Lihatlah senja yang begitu indah
Sihir jingganya indahkan mata
Hingga mengalihkan matamu
Untuk tetap menatapnya
Walau kau sadari diriku
Ada tepat di depan matamu

Aku coba redam cemburu ini
Karena senja itu keindahan-Nya
Aku coba mengertikan hatimu
Jika kau memang selalu ingin keindahan

Maka...
Jadikanlah aku bagian dari rona jingga itu
Agar kau senantiasa bahagia didekatku
Walau ku tau aku tak seindah rona jingga itu
Yang selalu menyapa senja

Semoga dengan ketulusan hatiku
Hatimu mampu melihat keindahan hatiku

TANGKAI SUNYI

Hujan berjatuhan ke pucuk-pucuk malam
berdendang riuh di jantung alam
gemuruh rindu datang menghujam
dalam diam hening mendekam

Malam meratap di tirai awan
Irama rindu bagai nyanyian
Wajah kekasih usik lamunan
Gelisah datang di kesendirian

Aroma melati di tepian hati
Wangi cinta taburan kasih
Putik rindu mekarlah kini
Resah bergayut di tangkai sunyi

Bunga merekah tersiram hujan
Kuncup mengembang di kesunyian
Malam berlalu dalam impian
Cinta bergema di kedalaman

ENTAH

Teruntuk dirimu
Selaksa aksara berhias bibir
Walau bening menyerta di bola mata
Tiada pernah bisa menyentuh

Sejauh langkah ku tempuh
Langkah lunglai bersimbah merah
Menggapai asa tak terjawab
Tergolek dalam nestapa jiwa

Entah cara apa kudapat
Menggugah jiwa hening membeku
Membalut rasa beribu rindu
Menggapai dan merengkuh dirimu

Adakah kau tahu
Jerit dan tangis diri ini
Terjerat rindu memuncak
Akan dekap mesra hadirmu

Lidahku kelu
Hatiku membatu
Tanpa dirimu di sisiku

LEWAT SEUTAS MAKNA

Jika peluh yang meniti pagi
Bergeming tanpa makna
Malam mewarnai hari
yang semakin kelabu

Bila makna berlalu
bersama buih
Yang begitu perih
Biarkanlah hadir ku
Menjadi pengobat jiwamu

Kumerinduimu
Lewat tangisan sujud
Dipekatnya malam
Lewat untaian doa
Yang begitu syahdu

Lewat seutas makna
yang tersimpan dijiwaku
Tanpa perlu terungkap
Lewat deburan aksara
Sampai tak ada satu katapun
Yang mampu mewakilinya

MUTIARA YANG HILANG

Jejak sang merdu tak lagi senyap
Bayangan bulan tampak disisinya
Irama kasih mengalun begitu indah
Tebarkan asmara di hatinya
Ia kini berkuasa
Jalan ini miliknya

Dibaringkannya mutiara
Yang dimilikinya dengan kasih
Ditempatkanya di tempat
Yang hangat di hatinya
Berselimut beludru putih
Ia menggendongnya dengan cinta
Tak dihiraukan berapa banyak
Beban yang terbawa
Ia tetap tersenyum
Bersinar penuh kehormatan

Tak ada lagi alunan kesedihan di hati
Tak ada lagi cerita kerinduan untuk diratapi
Semuanya terlihat indah
Mutiara yang hilang kini sudah ditemukan
Akan dijaganya agar tak lagi hilang
Tersenyum aku melihatmu dengan kebahagiaan

AKU INGIN MENDEKAP ANGIN

Sesering kau memintaku
untuk berpacu
Dengan garis takdir,
Ingin kugenapi
tanpa harus merasakan sakit.
Taukah arti menggenapi
Mencintai dengan segala daya
Dengan kekuatan
Tanpa takut pada kenyataan
yang memang Tuhan sajikan
Sebagai takdir.
Sesering itu kau bertanya
Kau tidak mencatat
Mengingat
Menatap mataku
Ketika aku menjawab
Seberapa kali rasa
Harus teryakini dengan ucapan
Selongsong hati
Kemudian senyap sedemikiannya
Merasakan guratan hati
Yang lagi-lagi tercabik,
Kali ini...
Tidak perlu kau obati luka
Aku ingin mendekap angin
Sebagai rekanan paling setia
Menyayangi tanpa keraguan apapun
Menangis
Ya,lalu apalagi

MENCUMBUI INDAH BAYANGMU

Langkah ini lunglai
Pada persimpangan
Gontai ini wujudkan peluh kisi-kisi
Yang terhampar
Pada titian hari yang kian berganti
Dalam yang terpapar
Menatap nanar rasa menjulang
pada asa yang pernah terhimpun

Oh hari...
Demi hari merajut nyata dalam sunyi
Kala rindu yang membiru
Menjadikan hening ditengah ramai
Membuat sesak kalbu
Dalam perseteruan semu
Dengan hardikan masa
Tanpa suara yang bertalu

Dalam  lembaran kosong nan sendu
Ku ukir kerinduan
Yang tiada bertuan dihati yang rindu
Pada dinding angin malam ini
yang berselimutkan gemintang
Yang beratapkan awan yang berarak
Berkejaran tiada berpantang
Dan ku katakan bahwa aku
Menantimu walau bernada pilu

Masih ku ingat jelas
Kala jemari masih bertaut
Dalam iringan doa cintamu
Ukiran rona indahmu melekat
Dalam sanubari membekas
Kerling binar siratkan segala hasrat jiwamu
Dalam rengkuhan asmara suasana haru
Impian ini terus bersandar pada naluri

Tak ingin ku lepas
Walau sejenak walau berduri
Agar dapat hantarkan lena ku
Dalam keabadian asa
Tapi karena titah berbunda
Semua menjadi igauan semata
Dan semua jatuh berguguran
Sebelum masanya

Sayang...
Jika persandingan kita
Hanyalah dalam batas impian berbayang
Aku tidak ingin
Dapat segera sadar dari lenaku
Karena jiwa ini belum cukup puas
Mencumbui indah bayangmu
Dan hanya disini
Tempat kita dapat bertemu
Kala rindu mula bertamu

Tapi sayang...
Kicau dendang mentari
Mulai berdendang
Paksakan aku untuk kembali
Dalam realita nyata buka semu
Dan merampas semua mimpiku
Bersamamu yang aku rindu
Hingga sisakan termangu
Ku keseorangan dibibir gagu

PADA ANGIN DAN HUJAN

Biarlah hujan itu turun
Dengan sendrinya
Dan bersenandung
Menjadi hikayat cinta kita

Meskipun itu ...
Hanya sebatas rinai
Di khayalan malam sepi
Yang tiada bersenandung

Lihatlah tiap tetesan hujan
Ada rona wajahku disana
Mengumbar senyum terindah
Untuk menemanimu
Saat-saat bicara tentang rindu

Pada angin yang berhembus
Dan pada hujan yang merinai
Di altar sunyi
Aku titpkan segenap rasa rinduku
Padamu yang disana
Bahwa diriku yang disini 
Juga merinduimu

Dan menyatakan asa
Pada hujan
Aku berharap
Semua menjadi nyata

ENTAH MENGAPA

Di hujung tepian waktu
Kadang aku ingin menulis kata
Menulis tentang sekuntum mawar
Dengan tangkai berduri

Aku memulai alinea pertama
Dengan pena dirahim jemari
Penaku menari di lantai kanvas
Dengan irama kata hatiku

Pada alenia ke dua
Tarian penaku masih gemulai
Irama hatikupun masih mengalun indah
Dengan senandung asmarandana

Namun...
Di alenia ketiga
Tarian penaku mulai tak lagi gemulai
Jemarikupun tak lagi kuat menggenggam pena
Hingga terkulai penaku dilantai kanvas

Irama kata hatikupun terhenti
Pada koma yang tak bersambung
Dan tak sampai pada ada titik
Yang seharusnya menjadi penghujung tarian pena

Entah mengapa...
Aku kehilangan temaku
Bukanlah alasan yang tak berasal
Bukan akal yang tak berakal
Dan bukan tidak tahu menjadi sebab

Namun ...
Kata ku yang mulai buram
Terkikiskan oleh pena yang tak bertinta.
Karena kadang pula aku lupa
Apa yang hendak ku rangkai dan ku eja

BERSAMA ANGIN

Ku lukis namamu
Dirimbunan ranting aru
Kala senja
Membiaskan warna ungu
Bayangmu larut
Dalam gurat-gurat awan senja
Yang biasnya indah kunikmati
Adalah deretan kenangan
Yang kau sisakan..
Dan kau berlalu dalam bimbangku
Untuk menuai asa
Dan harapan kosong
Ku lukis ulang namamu
Di pasir lembab
Lalu ku tatap sesaat
Ombak datang perlahan
Menghapusnya
Seiring sisa cintaku
Yang tertinggal disini
Telah pula ku lepas bebas
Bersama angin
Ku kirim salam getir kepadanya
Esok...
Jika masih ada sisa waktumu
Singgah di pantai ini
Tapak kenangan itu
Telah menjadi dermaga
Dan kenangan itu
Telah tertimbun
Dalam perut musim yang berganti
Tersimpan abadi selamanya

Jumat, 23 Desember 2011

DI MANA DESAH RINDU

Masih saja jarum lentik menyulam ayu
Di hilir muara di tepian telaga kolbu
Jenjang sikut menyikut kabut
Di patilasan ruhku tempo lalu

Di hamparan belukar manjaku
Lantas dimana desah rindu
Ku muntahkan pada akar melilit genitmu
Ku usapkan pada teriakan sayangmu

Permata langit tak sesejuk kecupmu
Selimut kabut tak sehangat pelukmu
Seumpama tirai cinta
Telah membelenggu jiwa

Dendang rayuan jaman
Guyon khas ragu padamu
Kelana kata sabda dewa
Tetap tertawa manja

Ragaku ku jual waktu
Hati tetap bergemu
Diperjuangan pana meminta
Aku meminang semu pada nyata

BERSIMBAH RINDU

Rindang malam kini
Tengah asyik
Dalam buaian mimpi kasmaran
Nafas-nafas cinta kini
Tengah berpengantin ria
Saat itulah..
Camar malam pun
Sedang asyik meminang cinta

Entah,,,
Mengapa saat hening,
Hati masih melanglang buana
Mencari arti irama dendang cinta
Namun hanyalah kedengar kecapi merana

Serunai malam
Kini tak bisa
Mengindahkan sepinya malam
Adakah cintaku bertepuk sebelah hati
Hingga kinipun dirimu
Tak berkunjung dalam mimpi

Wahai pekat malam
Cepatlah berlalu
Dari tatapanku
Aku tak mampu
Bersimbah rindu

Hanyalah kuingin
Pagiku cepat datang
Kuingin
Di rindangnya pagi
Kutemui kerinduan

HUJAN SORE INI

Dia bercerita
Tentang salju putih
Yang menapaki udara
Dengan sayapnya
Yang terkoyak panah ksatria

Dia bercerita tentang tanah
Yang memerah
Dengan tubuhnya
Mengejawantah dunia
Menembus batas-bataslogika

Dia melukis langit
Dengan warna
Tanpa menunggu
Hujan turun
Yang menjadikan pelangi itu ada

Dia berceita tentang samudera
Dengan puisi-puisi
Tanpa bisa dimengerti maknanya
Yang menjadikan pasir bicara

Dia mendekap lara dengan belati
Menancap di pundaknya
Hujan sore ini
Adalah hujan dengan angka-angka
Yang memekakkan telinga

Berputar menyusuri jalanan kesepian
Mencari pohon oak
Pada musim gugur
Yang tak berkesudahan,
Menyairkan ribuan lara
Yang menerpa
Atau hanya gundah
Yang membara

Kamis, 22 Desember 2011

AYAH

Siangku menantang
Raja mentari kian mengerang
Menyinari panasnya pas garis vertikal

Peluh meluruh ditubuh
Butiran kristal pengais rejeki

Kiranya letih baru ku tau kini
Dan akupun hanya bisa hela nafas penyesalan

Ayah....
Kini ku tlah bisa mengais rizki sendiri
Belum sempat dik0u merasakannya

Mengapa ...
Sang ilahi membawamu pergi
Dari jiwaku yang kerap sunyi

Walau semua tlah lama berlalu
Tapi luka ini masih tetap ngilu

Tak bahagiakan dirimu disana
Melihat keberhasilanku saat ini

Hanya sembah sujud
Dan sejumput d0'a untukmu

Semoga engkau bahagia dialam surga sana ..Aamin..

DALAM PERADUAN CINTA

Letihnya...
Perjuanganku mengejarmu
Sakitnya langkah kaki ini
Yang berpijak
Di kerasnya doktrinmu

Sungguh lelah aku
Menjalani arus jalanmu
Karang yang terjal
Badai yang mengaung
Melempar daku dalam kefhuturan

Suara hati ibarat senyum kecil
Yang merapat dalam jiwa
Tak akan ada lagi
Yang akan menghiasi hati
Dikala jiwa pudar dan rapuh
Menanti engkau dibatas waktu

Kuakhiri rasa mahabbah ini
Dengan senyum simpul
Dalam peraduan cinta
Yang penuh dengan ketenangan
Lapar dan dahaga
Menggantung menjadi satu
Membaur lebar
Menjadi meluas raya
Menggapai satu titik
Peraduan peristirahatan
Yang ada hanyalah
Mahabbah dari Mu ya robb

BIAR SAJA

Aku mengukir luka darimu
Dibalik awan
Agar dapat tersapu hujan
Kala mendung bertamu pada hari
Karena aku tidak ingin
Siapa ada yang tahu
Tentang adanya haru dalam hati
Biar saja
Karena akan ku kemas
Dalam senyum
Yang mencoba menawan
Aku akan membatik baikmu
Dalam alunan bayu
Yang mendayu
Agar dapat kembalikan
Ingatanku tentangmu
kala jemu menderu
Dari segala penjuru
Karena aku tidak ingin
Kisah ini dinodai
Dengan dendam prasangka
Memburu cederakan hati
Biar saja aku nikmati sendiri
Sebagai kajian temukan jati diri
Aku berdiri tidak lebih tinggi
Dari ilalang yang menjulang
Aku merebah lebih dalam
Dari debu yang beterbangan
Dengan mengeja bintik-bintik asa
Sebagai jembatan jurang
Untuk aku berusaha tetap bertahan
Hingga akhirnya tiada tertahan

WAHAI KAUM ADAM

Wahai kaum adam
Jika kau mencintai wanita
Setidaknya kau nyatakan
Bukan dengan manis katamu
Tapi tunjukkan ketulusanmu

Jika kau menyayanginya
Beri pengertian untuk kebaikan
Selami jiwa dan keinginannya
Rangkul dalam kehangatan cintamu

Aku wanita
Berperasaan halus nan lembut
Ingin dicinta dan mencinta
Tulus dan apa adanya

Aku
Tak ingin disakiti dan menyakiti
Tak mau berbohong dan dibohongi
Tak mau terluka karena cinta

PENA TANPA TINTA

Ketika pijakan tak lagi datar
Langkah pun mulai terhenti
Bukan alasan yg tak beralas
Bukan akal yg tak berakal
Hanya saja tanah yang mulai terkikis
Bebatuan timbul dipermukaan
Sudahlah
Memang wacana tak ada yg rata
Namun karakter diri tetap menjadi tumpuan

Kala persepsi menjadi debat
Tiada berkesudahan
Aku pusing
Keluh kesah akhirnya menuding
Satu ungkapan melenggang
Diantara kerumunan
Menggunungnya kata
Berhiaskan cinta
Aku heran
Melihat detilnya yang abstrak
membuatku gila
Tak ada makna hanya ujung lidah
Yang mengukir indah

Tapi akhirnya aku pun tersadar
Semua itu tiada guna untukku
Makna yang samar
Dalam pengungkapan yg berbeda
Alur yg selalu memuat kebijakan semu
Terpaparkan oleh pena tanpa tinta
Kosong melompong sepertinya ompong

MENJERIT TANGIS MEMILU

Seekor kupukupu
Tercerca dibebatuan
Sayapnya patah layu merunduk
Indahnya buram tak lagi biru
Kepaknya tak seimbang
Hingga ia tak bisa terbang

Merayap diantara debu
Menjerit tangis memilu
Jauh ia dari bunga
Jauh ia dari perdu
Tempat bermain mengepak sayap
Sahabat cinta dalam sapa biru maya

Kupukupu tercerca diantara batu
Duduk diam tak lagi riang
Merenung meratap kejadian
Tak sempurna memang hati
Tak sempurna memang jiwa
Selalu saja tak bisa mng'ikhlas nyata

Kupukupu tercerca diantara batu
Kini hanya mnulis sajak
Pena usang sahabt cita
Kertas buram luahan rasa
Biru maya karib stia

MEMBUNGKUS ILUSI

Sebiru langit pagiku
Sederet untaian kata membatu
Beku dan beku
Dingin mnyungging
Namun seulas senyum
Tetap kuukir

Ulasan kuas ILLAHI
Memadu warna dalam sketsa
Dibiru gunung
Kabut memeluk perdu
Membungkus ilusi
Memenjarakan imaji

Kerdil....
Membuat kata mngecil
Bagai liliput didongeng usang
Lembaran diary kubuka
Helaiannya basah disaput embun
Sehingga tinta meruah
Yang hitam semakin pudar
Yang biru berubah nila
Sehingga puisi makin menghiba.

DENGAN SENYUM PENANTIAN

Air tentu akan mengalir
Menuju lautNya
Namun setidaknya
Sampan terdayung
Searah dengan keinginan

Penyesalan yang muncul
Seperti menggenangi samudera
Tidak mau diam
Walau sejenak dalam saku
Agar berhenti air mata

Beberapa wajah
Yang dulu silih berganti mengisi,
Begitu sulit untuk dikikis
Karena tanpa disadari
Semua telah menggurat
Kuat di dinding jantung
Semua hilang lenyap
Tanpa bekas

Ketika dirimu menari
Mengikuti jantung
Yang terus bernyanyi
Dengan bahagia
Cintai dirimu
Layaknya malaikat
Yang duduk setia di pundak.

Dengan senyum penantian
Layaknya ulat yang sabar berubah
Menjadi kupu-kupu.
Terbang diantara kepak masa lalu,
Menyusurinya jauh
Ke dalam lorong-lorongnya.
Seperti siang malam yang sekepak elang.

BILA MENEPIS WAKTU

Tak mudah mengungkap rasa
Yang hadiri, hingga perih di jiwa
Cinta.... telah menjadi asa
Dan hati bertanya tentang apa adanya

Bila menepis waktu
Menjadi sebuah rindu
Dan hati menjadi galau
Yang menanti kehadirannya

Cinta.... jangan buat jadi pilu
Rindu yang menjadi perih di jiwa
Sambut hari slalu bahagia

Dan itu....
Hanya untuk menunggu
yang terbaik untukmu,,..

MASIHKAH

Berdiri dalam dekapan bisu
Yang membeku
Menggantungkan impian
Dalam asa yang tak pasti

Menyepi tanpa tahu
Sampai kemana akan memuncak
Berkeluh mengejar paradigma kosong
Yang tak berarti

Masihkah
Menginginkannya dalam sepi
Masihkah
Terdiam dikala luluh dan acuh
Dan tak tahu

Apakah ini kasih yang diberikan sang pengasih
Ataukah bisikan semu fana dunia
Masihkah menunggu
Meski tak di hampiri

Masihkah mengenangnya
Meski tak terbayang

APALAH ARTINYA

Apalah jadinya
Jika samudera terdiam
Tak lagi mendebur ombak
Tak pula memecah karang

Burung-burung akan sepi
Para nelayan akan mati
Angin akan menampar dirinya sendiri
Senja pun akan enggan
Tenggelam menutup hari

Apalah artinya
Jika samudera terbata
Tak lagi membiru indah
Tak jua membius mata

Kabut tak kan menari di atas bukit
Telaga menyulam pahit
Dalam bilik jiwa terasa terhimpit

DALAM GELORA KERINDUAN

Semakin sendu
mengikis waktu
Di perasingan langkah
Merantai tangan
Dengan duri

Keindahan mawar
Yang tak terjamah
Lalu memenjarakan jiwa
Dalam gelora kerinduan
Yang bersenandung

Adakah yang rela bersenandung
Untuk rinduku yang mendung..
Seakan tak lagi ada
Belenggu penjara
Nurani berkabung

Andai saja keindahanmu Bersajak
Di barisan bait hayalku
Menghayutkan aku
Merasa itu nyata
Padahal ….

Itu hanya pikiran pada renungku
Itu hanya hayal imajinasiku
Itu hanya gerak bahasa jiwaku
Dan merubahnya jadi harapku....

AJARI AKU

Ajari aku
Mengitung angin
Menyemat kerinduan
Di daun kering

Ajari aku
Membaca jejak syair air mata
Sungai-sungai kesepian
Tanpa muara

Ajari aku
Mengingat bayangan
Merangkai bentuk asing
Merampungkan segala hilang

Ajari aku
keikhlasan atas kesendirian
Tanpa kebersamaan
Tanpa air mata

Ajari aku
Mengerti untuk menunggu
Meski hari berganti minggu
Minggu berganti bulan

Ajari aku
Menjadi tegar
Meski raga terbalut luka
Meski hati bersenandung pilu

Ajari aku
Menjawabmu dengan lembut
Tanpa secuil amarah
Tanpa tutur yang salah

Ajari aku
Memuja jingga
Saat senja mulai temaram
Saat malam mulai menjelma

Ajari aku
Tertawa di dalam tangis
Atas perih yang masih menoreh

Ajari aku
Kerendahan hati yang syahdu
Ketika ego merajai sukma

Ajari aku wahai guru di atas guru

Rabu, 21 Desember 2011

TIADA DENDANG NURANI

Terka pikir lambung imaji menguji
Sekat pintu tertutup di banjiri iri
Dihempaskan pula putih berlumur noda
Direngkuhku pada balutan putih suci abadi

Terputuslah sorot pandang dunia
Tiada dendang nurani menghakimi
Tiada puja puji menggema
Hanya tanya tanya tanya

Disebrang hujatan itu
Saat kaki terkaku mulut membisu
Aku diam menanti tanpa hati
Menunggu ucap pasti putusan ijati

HASRAT MEREKAH

Tela'ah asmara semalaman
Dibalik bulang sepasi
Mengintip asa bintang
Untuk kian ikuti hati
Lanjut ke peraduan
Menyulam netra
Sulaman asmara
Mendaki dakian
Keagungan sastra cinta
Tutur sabda dewa tiada terucap
Kala sang lirih menyapa
Gentar lemah terpikat
Sukma entah kemana
Hasrat merekah
Eja arum samodra rasa
Aku terbelai senandung
Hingga lanjut waktu berkata
Tutur rindu mencumbu netra
Aku terjaga sampai surya menyapa
Kiranya pedoman galur terpendam
Semalam telah berkobar
Luluh lantahkan durja
Dikebiri cinta
Terpikat  senandung asmarandana

KUMBANG PEMBURU TAMAN

Ganyang
Sukma menggangga
Di tapak patilasan
Di sudut perjanjian
Di buaran indra
Tiada terpejam

Hak-mu lantang lisan
Ruh-mu tunduk beralasan
Sedari puji
Lantun dendang nurani
Seroja berseri
Tatap imaji menguji

Lanjut kau petik dia melengik
Wahai kumbang pemburu taman
Lantang serunai
Arif menuai hujatan
Bergantian di sudut jalan

Ditepian penjajakan
Biarlah-biarlah
Kau cumbui aroma
Dan indah kau rasa

PERGILAH KEPUNAHAN

Perapian dalam hangat usapan sejuk
Lekuk gulita menyemai
Menyantuni serpihan bulan
Ada gelak pelita menyendawa
Senarai hembus palapa
Masih tergolek menyandar
Mengumandang lelehan magma
Tutur bisik menyapa
Senandung jagad membuai mimpi
Tabir gemintang pudar
Menelisik redup nya kelabu
Lantang jeritan hitam
Menjelajah pesona ilusi
Dimensi menyanggah lelap
Menyelimuti kepingan imaji khayal
Dan aksara memangku tahta
Lalu bergeming
Dalam palung singgasana berlian
Pergilah kepunahan
Lelah ini akan berbaring
Di antara putih berbalut kabut
Tembangkan segala butiran embun
Dalam tatanan alam semesta
Biar dingin menyeruak kilau
Jelaga tidak meluntur
Hadap bayang symphoni alirkan diri
Untuk dapat menyambut pagi
Bernuansa sahara seroja merekah
Lalu bangkitkan daku
Dalam temaram syahdu membelenggu

MENATAP PEKAT

Senja Tenggelam
Di akhir Silam
Yang menentang Hati
Mencoba melepas engkau yang ku sayangi
Dimata merah kau tumpah marah
Alirkan pedihmu
Tumpahkan isak derai hatimu
Dalam pelukku
Kasih...
Di dingin hujan ragamu
Ku lepas dan kutinggalkan
Walau gemetar rasa
Hapuskan mimpi yang pudar bersama dirimu
Kasihh
Kini di hujung senja ini aku berdiri sendiri
Menatap langit hitammu
Yang curahkan selaksa rindu
Sepenuh dadaku
Jiwa ragaku bagai berjelaga
Menatap pekat hitamnya karma
Yang tercipta disuratan cinta kita berdua
Kasiihh
Di dingin hujan kini ragaku aku biarkan
Mandikan hati dari khadam cintamu
Yg masih melekat ini
Sungguh kuingin bayangmu Pergi
Dan musnahkan semua,
Sejuta kenangan yang ada didalam dada
Kasiihh..sungguh tak mampu lagi diriku merindu
Indahnya bayangan cinta semanis dirimu

DALAM TAPAKAN KASIH

Resap meluruh
Dingin menyangga.
Pada ranting jiwa yang kian retak.
Telah ku coba memungut
Kepingan asa yang tlah berserak
Pada malam yang menenggelamkan
Syahdu nyanyian hati.
Yang telah mendendangkan
Butir bening ketulusan rasa
Yang menggenang dalam telaga hati.
Duhai angin malam
Selimuti jiwa ku dari bara murka.
Yang membinasakan
Rendah hati
Pada santun ucap
Duhay tetes embun malam
Basahi relung jiwa ku
Dalam gundah merajai
Tak mampu rasa di jiwa
Dikala pilu menghanyut kan
Rona indah bahagia ku.
Ku tak sanggu meredam lara nestapa
Duhai rembulan malam
Terangi untaian kelana jiwa
Dalam tapakan kasih
Tak mampu ku menapak
Dalam pekat yang menyelimuti
Hadir kan sebercik sirna mu
Menembus netra pijar indra ku
Menyelusup menembus impian hati.
Agar ku mampu
Menatap indah
Merekah mentari
Di pelupuk mata bumi

DI PUKAU RAUNG

Diruang ini
Sunyi meraung
Gaungnya menggema
pada tepian malam

Di jerit ini meruang relung renung
Memukau dan memukat rasa
Menangkap isyarat purba

Di kedalaman puisi
Aku dipuasi sunyi yang bernyanyi
Dipukau raung yang meruang
Menjelang memasuki liang:
Kembali ke relung sunyi!

BIAS SENJA MENARIK RASAKU

Mawar mengecup sore jingga
Membebat raga ini 
Dengan seledang lara
Mungkin...
ALLAH sedang mencintaiku
Mengasihiku tanpa sisa
Di senja yang merona
Seolah nafas hendak lepas dari jiwa
Bias senja menarik rasaku
Untuk  terbang ke angkasa raya
Pejamkan mata
Nikmati indah-nya dunia
Jangan berhenti memuji 
Hingga malam membawa keheningan
Ya RABB
Rengkuh aku dalam belaian kasih-MU
Bersama-MU dalam nikmat tak terbatas
Hingga aku luruh penuh
Dalam samodra cinta-MU
Tak ada lagi lara di ragaku
Kecuali nikmat kasih-MU
Duhai kekasihku pemilik cinta abadi
Jangan pernah kau lepaskan cinta-MU
Dalam laraku
Engkau pemberi ketenangan jiwa
Indah bersama-MU tiada bertepi
Ku ingin larung bersama-MU 
Dalam laraku
Indah hari-hariku
Jika kau selalu taburi dengan cinta-MU





Selasa, 20 Desember 2011

MASIHKAH

Dalam riuh tapa
Masih saja jamas rindumu
Menenun laku
Dalam ritme langit
Berpeluh rindu

Masih kah engkau titipkan
Asa di putik embun
Bertasbih dalam beku lalu
Serah dalam mandah
Disirat takdir

Masihkah engkau kasih
Siangkan air kesejatian
Dalam keselarasan abdi
Ketika paes durga peponi bidadari
Sedang selendang malam
Masih saja ku pujakan
Berpita surga sahaja

DARI RUANG KALBU

Gelap...
Hanya tersisa hitam
Dan secercah sinar bulan
Yang kian redup
Tertunduk menanti Surya
Yang sedang terlelap
Menepuk bahuku yang mulai lelah
Dan kelopak mataku yang gelisah
Taak bisa kuterjaga di dekatmu
Tapi tanganku
Masih menggenggam erat potretmu
Yang kelak kubawa bermimpi
Inginku di sampingmu menyelimutimu
Dengan kedamaian
Dan kehangatan malam
Bukan karena kakiku
Tak mampu menapaki
Jalan ke sampingmu
Tapi karena malam tak izinkan kita bersua
Malam memang selalu gelap
Tapi malam ini kubawakan cahaya
Dari ruang kalbuku
Mungkin tak sebenderang mentari
Tapi tak akan redup karena malam
Jangan kau menangis karena sepi
Karena senyummu
Yang kan membawaku
Pada mimpimu
Dan senyumku di sini
Akan menemani malammu

DALAM JIWA YANG HAMPA

Malam
Nyanyian kelukaan
Setiap datang gulita malam
Syairku melantunkannya
Mengiring bait
Yang menyayat hati
Yang luluh terlukai
Mungkin hanya sang pujangga
Yang pergi menjerit dalam hatinya
Merasakan kepedihan
Yang menusuk sukma
Luka yang tergores karena cinta
Yang begitu menyesakan dada
Wahai malam
Tuntunlah penaku menulis syairku
Syair yang tertulis berdasarkan kisahku
Yang selalu terlukai
Atas cinta yang membelenggu
Mungkinkah hari esok akan ada bahagia
Ataukah hanya goresan luka
Yang slalu menganga....
Dalam jiwa yang hampa
Mungkin hanya sang pujangga
Yang pergi menjerit dalam hatinya
Bersama udara dingin
Membar malam berganti
Seiring kelukaannya

DI TERPA BAYU SENDU

Bunyi hujan gemericik 
Di pelataran sunyi.
Bernyanyi riang menimang gamang 
Akan rindu yang tiba-tiba hilang 
Ditelan hujan.
Hanya sisa rasa yang hampa 
Diterpa bayu sendu..
Dan aku hanya mampu menatap pilu..
Membiarkan arus hujan 
Menghapus rindu 
Hingga hilang tanpa bayang.. 
Termangu gagu
Samarlah rindu
Terguyur hujan sesaat lalu
Tanah kuyup
Tinggalkan sisa jejak
Kenangan lalu

Minggu, 18 Desember 2011

MENJELMA DALAM BERATUS RASA

Insomnia melanda,
Mata cemerlang, hati terbang
Pandang terus..., terus memandang
Jarak batas perspektif akal semakin runcing
Disana, gambar nyata bisikkan suatu maksud

Engkau,
Menjelma dalam beratus rasa
Teraduk-aduk dalam bayang
Menyebar tatanan puzzle hati
Bersinggungan tepat di pemberhentian kalimat akhir
Seperti rembulan yang menggantung di kepekatan malam

Aku,
Menangkup rahasia sisa seberkas asa
Terulur-ulur dalam gambar
Kalikan ribuan rasa milikmu, menjelma menjadi tanya
Merananya malam bersarang dalam jiwa

Dengan takzim, setabah rasa tersampaikan padaMu
Ya Allah...indahkanlah saja benak hatiku malam ini

HANYA CERITA MIMPI

Aku-lah karang
Yang tak akan lekang 
Di hantam ombok yang menjulang
Desir angin pantai ku hirup 

Kala samudra mulai bosan ku pandang
Tiupan sang badaipun datang
Tunjukan amarah 

Berlantun pedih dalam tembang
Kitapun berlabuh

Menuju pagi yang indah membentang 
karena yang kita coretkan 
Hanya cerita mimpi di tepi jelah 
Sempat kukecap segala lezat nikmat 
Yang mungkin dan kini terhadap dunia yang ini, 
Kehilangan ingin secuil pun tak memberi puas
Kutinggal bagai ampas. 
Biarlah tersisa bagi mereka 
Yang terus merasa miskin. 
Kupilih buku sajak 
Lalu membaca hingga terlelap pulas 
Di bawah guguran bunga flamboyan 
Yang makin menderas.
Fajar aku terbangun

Mimpi telah sempurna

DI DETAK JANTUNGKU

Kudawaikan lagu rindu
Nyanyian penantian
Penantian rindu
Yang tiada tepian
Merindu saat bersamamu
Rindu ingin bertemu

Ku rangkaikan ribuan detik
Di detak jantungku
Untukku selalu sabar menantimu
Resahku bila ku tau
Tiada kabar tentangmu
Sepiku rasa tiada canda tawamu
Muram hatiku
Bilaku tak melihat senyummu

Bila kumampu
Ku ingin sebrangi samudra
Di hadapanku ini.
Hanya ingin ku temui dirimu
Kau yang disana
Apakah merasa
Kala aku selalu merindumu

Aku yang menanti
Menanti datangmu
Untukku semai rindu
Rindu saat saat bersama
Untukku semai rindu
Rindu yang tiada berujung

SEIRING JINGGA MERONA

Dalam aksara bahasa sajak-ku
Puisi yang kugoreskan
Pada dinding-dinding bisu
Kuhiba
Kuharap
Kumohon
Bagai kuntum-kuntum mekar
Pada kisah tentang sang bunga
Kelopaknya ranum memerah rona
Segar basah berlumur buliran embun

Itu harapku disenja ini..
Saat malam menyapa
Mengecupi dawaidawai kerinduan
Yang senantiasa bergetar
Seirama harpa ksunyian..
Atau laksana biola
Gesekannya mengalun indah
Memecah hening malam

Biarlah senja membungkus diri
Sisakan cerita tetang bangau-bangau pulang
Tentang sang camar
Yang menjerit lalu hinggap diburitan
Seiring jingga merona
Seiring selubung warna tembaga
Dan mentari separuh
mengintip buana lalu hilang entah kemana

Ini ceritaku tanpa belahan jiwa
Yang tenggelam disamudra hari-hari..
Rindu ini smakin berpita..
Menguntai bagai bulir prmata
Menjadi kado manis
Yang akan kubuka di mimpi nanti

KAU BEGITU BERMAKNA

Senandung rindu ini takan pernah sumbang
Meski terdengar diantara riuh angin malam
Tetap bermelody pada janji
Yang sudah terpahat dipilar hati
Terukir bukan dihamparan pasir pantai
Yang pasti hilang saat ombak mengecupi
Terukir indah disini dipalung hati
Bersemayam kokoh menancap kuat dijiwa
Kebisuan kadang mncabik
Hingga terburai rindu
Yang selalu kurangkai lagi
Kadang saat dera hari merungkup kita
Aku tetap menanti
Hingga batas sEnja bErganti malam
Kau begitu brmakna
Kau begitu istimewa
Kau begitu baik
Kau bgitu mnyayangiku
Biarlah dingin menjadi bagian malam
Tapi pelitahatiku tetap memberi hangat
Hingga disudut-sudut ruang terdalam
Biarlah embun menjadi cerita pagi
Dan keindahnnya selalu mnjadi goresan puisi
Tapi mentari tetaplah menghangati
Meski kadang kabut tipis mnghalangi
Biarlah smua brjalan ssuai roda khidupan
Kuharap cintaku tetap indah hingga pertemuan

MENATA PUALAM RASA

Sendiri dilibas rindu
Dalam imaji kata tak menentu
Aku brdiri terpaku
Diantara desiran angin
Membisik lirih mengguris hati
Menyayat angan meengiris rasa
Hingga mnjadi serpihan-serpihan indah

Mematung menatap senja
Menyaksi bestari pulang
Semoga tak mnggores kehampaan
Kupadukan janjimu dibingkai rinduku
Kulukis disapuan lembut kuas hatiku
Memadu warna merah menyala
Menjaadi bentuk sekumtum bunga

Saat jemari tak berhenti
Menata pualam rasa
Memilih kata mnyusun aksara
Memberi arti akan kesabaran cinta
Aku diambang senja
Masih berdiri dengan puisi
Mengharap yang memang selalu kunanti
Meski hanya sosok bayangmu
Membawakan aku cahaya cinta
untuk kau kalungkan didadaku
Hingga ku tiada dalam gelap
Tapi Benderang bersama cintamu

DALAM SENJA YANG BERLALU

Seraut wajah dalam dingin sunyi
Menhan rindu yang mendayu
Bagai getar hentak melody
Tertawan waktu terkurung diri
Dalam jarak rentangnya hari
Taburan bintang-bintang malam
Rembulan yang sembunyi dibalik awan
Sahabatmu dalam tatapan
merenda malam mengendap hening
Dalam kesunyian
Kau Merindu peri kecilmu
Kau Merindu pujaan hatimu
Kau Merindu tanah kelahiran
Saat ini kau berada diperantauan
Tembang puja kunyanyikan
Kidung cinta kulantunkan
Syair rindu kugoreskan
Kupersembahkan untukmu sayang
Walau disini
Aku juga merasakan
seprti yang kau rasakan
Seprti hari-hariku
Dalam senja yang berlalu
Adalah permulaan siksa
Saat malam aku menghiba
Kapankah kita bertatap
Melihat bayanganku dibola matamu
Kapankah kita berdua
Duduk manis diberanda
Bersenda mengurai canda
Bermanja di gelayut mesra

DI UNTAI GERIMIS SENJA

Aku harap rindumu selalu ada
Bagaikan hujan
yang masih mrinai duluar sana
Meski tebarkan dingin
Tapi hangat selalu kudekap
lewat bayangmu yang selalu melintas
Membuat aku merasa dalam manja tilam sutra
Dibelai lmbut dewi cantik bidari syurga

Kuharap rindumu selalu mekar
Bagai bunga mawar
Diuntai gerimis senja
Atau seprti ranumnya dipagi hari
Dimanja embun-embun sebning hati

Kini malam
Kian menabur lembaran hitam
Aku trcabik rindu
Kuharap kau datang
Hadirlah dalam mmpiku

HENING BERSAMA PEKAT

Patahan kata dalam bisu
Menjelaga di altar sukma
Rangkaian kata
Cerminan hati dalam aksara
Dingin bersama angin
Hening bersama pekat
Aku tak bisa
Menjawab yang kau tanya
Terlalu dini
Terlalu pagi
Setelah kau porak porandakan hati
Lukaku masing mengangga
Darahpun masih mnetes
Rasanya kau tak bisa lagi
Merajut asaku
Apalagi kau renda
Karna benangnya telah lah rapuh

DI PEMATANG SUNYI

Merambah sepi
Dihening malam
Rantau jiwaku melalang
Digulita kelam
Jerit lirih
Dari sanubari
Mendesah gundah
Laraku diam
Membekap gelisah
Dipematang sunyi
Kusaapa rembulan
Tampak temaram
Atau pijar gemintang
Bersenda diatas sana
dgn riang berkejaran
Ah ...andai aku seperti mereka
Malam beranjak menuju pagi
Buliran embun
Mengkristalkan hatiku
Mulai samar lesap kabut
Mentirai rasaku
Kira-nya aku terjerembab
Di rahim kesendirian
Merenungku dalam diam

DALAM BINGKAI FANA

Geliat hati
Yang lelap merebah
Angan melalang
Menyusup diantara lesap
Kabut samar menghilang
Kurengkuh sejuk
Yang tereduh
Dari semilir angin
Terkesiap dan terjaga
Pagiku menjelang
Dalam bingkai fana
Kumulai langkah
Menggapai asa yang tertunda
Di ujung langit
Bias rona menyembul jingga
Bias mewarnai buana
Memanjakan netra
Pagi yang indah
Suatu berkah
Aku masih bisa menikmatinya
Terimah kasih untukNYA

TERPASUNG DI BILIK HAMPA

Melarung elegi cinta
Dalam bingkai suasana hati
Menyusuri kilau kemilau
Diujung langit sepi
Kulukis sunyi
Diwajah mentari
Biasnya menyusup
Direlung hati
Jerit tak lagi bermelodi
Lirih...
Menggema dalam sukma
Berjibaku resah
Gelisah tak berdaya
Terpasung dibilik hampa
Elegi cinta
Tak juga terurai dengan indah
Meresah..
Di setiap lenguh nafas

KUTUNGGU KELEBAT RAUT-MU

Kulihat bias
Merona diujung langit
Teratap jenggala
Merintik dilengkung pelangi
Pantulan aneka warna
Pada bening lautku
Indah tatapku
Enggan berkedip
Kutunggu kelebat rautmu
Melintas diantara jingga
Yang berbinar cahaya
Melabur cakrawala
Elok lautku berseri
Sementara
Dibentang cakrawala
Pelangi masih terbingkai
Berwarna warni
Ada merah kuning hijau
Mempesonaku
Tak jua beranjak kumengintaimu
Dibalik jendela biliku
Indah pagiku

BERAROMA KEBUSUKAN

Lepas tiada terlipat
netra di gaung malam
Terjagaku di hening bising
lucuti jentikan kusam
Ada saja noda
Beraroma kebusukan
Lantas harus bagaimana
Sementara
Tabuh syahdu di gapura rasa
Lesat menuju sentuhan patwa paduka
Rajam menikam tiada diam
Si dia terus berkoar
Biarlah
Dirimbun lembah tiada beban
sedang guyon sang camar tiada aku hiraukan

HANYA SEBUAH KATA

Sepenggal malam
Yang tersisa hari ini
Ingin rasa-nya
Kuurai kerinduan ini
Sepi sebentar lagi menghadang
Sebelum larut di senyapnya dini
Bolehkah sebuah kata
Ku ucapkan padamu
Agar esok
Apa yang terlintas dalam benak
Tak sirna terbakar mentari
Tak lenyap terhembus angin
Hanya sebuah kata
Kan ku titip
Di sela jiwamu
Di bilah hatimu
Di rongga sukmamu
Hanya sepatah kata
Pengewajatahan dari siksa kerinduan
Yang tersimpan lama dalam khayalku

VIRUS PRASANGKA

Pedih kian menyayat
Saat dinding qolbu dicabik prasangka
Tiada ada pembela rasa
Tiada ada pula pembela tutur

Meski lisan tak henti mengecap kebenaran
Meski air mata tak henti bersimbah
Namun semua itu tak jua mampu menyentuh rasa
Yang telah terinjeksi virus prasangka

Nanar netra-mu menatap
Laksa raja singa mengincar santap
Panas bara amarah-mu
Seperti terik mentari
Membakar peluh-peluh letih

KETUK PALU TANPA TELISIK

Rintih kian meralung
Ketika tutur mencibir rasa
Mengguratkan luka
Pada dinding qolbu

Memihak tapi kau tak tau siapa yang kau pihak
Mencibir kau pun tak tau siapa yang kau cibir
Hanya mendengar kebenaran dari sebelah pihak
Hanya menerka tanpa timbang alasan

Laksa hakim menjatuhkan vonis
Ketuk palu tanpa telisik
Keputusan penguasa tak bisa digugat
Berujung jeruji besi
Terpenjara hak asasi

Sabtu, 17 Desember 2011

DI ALTAR PRASASTI

Torehkanlah senandungmu pada syahduku
Atau pada pengeja aksara kolbumu
Agar kidoeng cinta tetap berseru
Dilapisan singgasana yang padu

Seiring tanyaku diperaduan hitamku
Di altar prasasti kelamku
Dikuil agamaku tetaplah akan berseru

Menjamu setiap tamu
Mengayom para laskar jiwa tiada jemu
Sedang lirihku tetap pada jamuan utamaku
Walau senandungmu tiada lagi ku temukan titik temu

BULIR PERMATA DI AWAL SURYA

Raab...
Demi asmamu
Lebam mata saksi diri
Aku mengharap kasihmu
Tiada sudi legam hitam
Kupapar kembali untukmu

Tiada sudi aku hilang jati diri
Untuk sekian kali atas ujianmu
Bulir permata di awal surya menyapa
Lebih cukup dari sebuah umpama kasihku

Demi engkau...
Pemilik rasa semesta qolbu
Janganlah engkau tumbuhkan rasa baru
Pedang lisan kirimanmu
Cabik aku yg tiada pernah berpaling darimu

DURJA-KU

Raab...
Bulir permata bagai laut merah kuasamu
Sanjungku di puncak peradaban hasratku
Sudi kau pintal pada lembaran kitab doaku
Lembar sastra satria terpinang sembilu

Rabb...
Durjaku titik temu manak geni lebur sunyi
Ratas menjulang nurani tersungging imaji
Hanyut luluh lantah bagai sampah di ulu hati

Rabb...
Injit kecil terlalu genit
Masih saja mencubit
Lantas ku menjerit di naungan langit malamu
Seketika melilit sukma nerakamu

Jumat, 16 Desember 2011

SELEMBAR KERTAS PUTIH

KetiKa rasa terbuncah
Dan rindu kian membara
Banyak hal ingin terucap
Banyak hal ingin terungkap
Begitu banyak rasa
Yang bersembunyi
Ingin segera tertumpah
Harus kuakui
Ketika ingin mengabarkan hasrat hati
Tak ada tempat selain sahabat
Namun ketika waktu berjalan tanpa koma
Kuberfikir lagi
Sahabat kian jenuh
Mengenal letihnya diri ini
Tak ada lagi yang harus terurai
Sedang semu dan ilusi
Masih saja mengikuti
Adakah selain sahabat
Tentunya ada
Selembar kertas putih
Dan tintah berwarna
Hamparan duka atau suka
Mampu tertuang
Dan airmata
Dapat kusembunyikan
Ada yang bilang
Pujangga itu munafik
Ach...kurasa benar
Namun kemana lagi
Mesti kujabarkan
Rasa yang terindah ini
Hingga rentapun
Tak sanggup berlama lama lagi
Bahkan waktu
Tetap saja meninggalkan
Kekasihku
Aku mencintaimu
Dan beribu cara kulalui
Meski duri tak luput terinjak
Dan menepikan tangis dalam sepi

HAMPA DAN KOSONG

Alam kebisuan malam
Sendiri aku duduk terpaku
Menatap gelap dan pekatnya malam
Semilir angin berhembus mnghantar
Dinginnya terasa menusuk tulangku
Dalam kebisuanku diam tanpa kata
Seribu tanya ingin ku ungkap
Meniti kesunyian
Dalam relung hatiku
Entahlah
Aku merasa sunyi
Aku merasa sepi
Sendiri menatap bintang dan bulan
Yang enggan pula,menyapaku
Malam semakin larut dan hening
Tapi aku juga belum beranjak
Ku rasakan kalbuku kian pekat
Nyaris terasa kesendirian di hati
Hampa dan kosong
Ingin rasanya aku pergi berlalu
Menghempaskan ragaku
Agar sepi,sunyi,hampa
Dan kelamnya hatiku
Hilang dari hidupku
Tapi aku.. aku semakin tak mampu
Hanya bisa diam membisu
Mendamba diantara getir
Dan perih di jiwaku
Yang sunyi dan kelam

TERCAMBUK LIBASAN KATA

Senja berlabuh
Suram alam maya
Hening keheningan
Kuning kemerahan
Bening di kaki langit-NYA
Berwarna jinga
Berselang hiba
membahang resah
Di jiwa senja
Damainya suasana remang senja
Tenang seketika
ketika surya membenamkan diri
Menghilang cahaya
Bersama malam yang menjelma
Di ufuk timur hatiku terarah
Merisik damai dambaan jiwa
Damaikah aku?
Sedangkan hatiku
Tercambuk resah
Bernanar noda
Tercucuk selumbar
Hatiku terbakar
Merah menyala
Bak bara asmara terluka
Menghiris pilu
Kalbuku sengsara
Jiwaku hampa
Sulit untuk aku gambarkan
kepedihan hati
Kelayuan jiwa yang aku rasakan
Titis noda
Bersulam rona dendam yang membara
Menyulam rindu hangatnya asmara
Jiwaku hampa
Umpama gelora samudera
Dibadai tsunami senja yang menggila
Tercambuk libasan kata
Nista kian bernoda
Berbirat merah berparut luka
Kalbuku kian terasa
Seumpama langit berbirat rona
Berbalam kelam, di remangnya
Semerah mentari berbirat jinga
Di kaki ufuk senja

Kamis, 15 Desember 2011

MALAM TERLALU KELAM

Tiada seri walau bergema
Sayatan perindu
Harap lalu menjelma
Kian meratap malam
Yang hantar temaram
Sang bunga hanya terbentang
Harap dekap siang
Malam terlalu kelam
Lirih menyuat kerinduan
Dendang buruan taman
Suasana sepi merasuk
Di dalam dinding kalbu
Namun kian kelam
Karena semua telah tertinggal
Tak ada suara maupun tawa
Penuh kesunyian
Yang hampa mencengkam jiwa

DALAM CIBIR PRASANGKA

Meski Kaki seakan tertusux duri
Karena harapan telah hilang dan mati
Namun kan ku coba untuk bangun
Dari mimpi buruk ini
Yang selalu menghantui
Takan prnh pudar atau pun menghilang
Kilau cahaya terang yang menyelimuti hati
Galih diri kian tegap pandang
Rangrang buana daki dunia
Perlambang manah sungguh menjulang harap
Walau terkadang meratap
Dalam cibir prasangka
Akan ku kunyah saja
Segala rasa yang ada
Agar bersemayam
Dalam setiap aliran darahku
Hingga kau ketahui
Saat kau teguk darahku
Dari cawan yang kau sediakan
Khusus untk menadah tetesnya
Dapatilah smua rasaku
Berbaur pada kantung nadi tubuhmu
Apakah rasa itu hambar
Ataukah manis
Ataukah juga pahit
Mungkin kau akan tahu
Jika kau menenggaknya

JELAJAH EMOSI

Penantiaku berujung ambigu
Menuai sangsi jelajah emosi
Menegur sapa pada sang petaka
Memerahkan telinga
Nanarkan netra
Berseteru dengan waktu
Yang smakin menyelam dalam
Hingga rungu inderaku terganggu
Sampaikan firasat tersirat melebur niat
Atau sebatas nikmat sesaat
Sekutuku hanyalah sekumpulan lontar dungu
Yang setia menunggu coretan pena resahku
Wahai bulan tetaplah tenggelam
Bahkan sinarmu tetap saja padam
Malampun tetap saja kelam
Bintang itu hanya kiasan malam
Hingga sang malam tetap saja temaram
Apa yang kau nanti malam
Bahhkan bulanpun enggan
Bintangpun terpejam
Hanya ada lolongan ajing malam
Yang setia menemani sang Malam

EMBUN PEMBASUH SUKMA

Bukanku tak rindu padamu
Dihangatnya rasa yg bertaut
Sungguh senandung lirihmu
Laksa bayu tiupkan hawa nan sejuk
Menelisik lembut kerelung Qalbu
Gemulai tarian lintang
Sukma alur berbias cahaya
Membuka mata hati
Merajuk sayu diantara bait-bait
Embun pembasuh sukma
Indah pandang terhampar
Menyibak kabut
Pada pekatnya dinding langit
Sematkan pelangi
Tuju puja sang pencipta.
Menguak jiwa kerinduan
Menyatu diri kurung laku
Sibak tabir nurani
Ramahmu mendekapku
pada geta tuju-Mu
Lantun kidoeng mu
Senandung lirih
Gembala rasa musafirmu
Pada dinding-dinding cahaya
Kepakan sayap keindahan
Tersemat santun memapah langkah
Dalam senyuman
yang selalu tersungging
biar kusemat bulir kesejukan
Dalam hatimu
Akan kulayarkan
Sauh hikayat
Tentang kerinduan
Direlung terindah
Pada rasa yang bertaut

MENJAMU RASA DI KALA SENDU

Hening berlalu
Tiada jemu aku merindu
Disekat ruang waktu tiada menentu
Menjamu rasa dikala sendu

Wahai rembulan hatiku
Tetap terangmu sinari gelap nya hatiku
Malam ini tiada sastra tiada umpama
seluyu mengadu pada rindu tertiup sang bayu

Lantunan kidoeng
Kerap kita dendangkan
Bersama sebongkah gitar tua saksi cinta
Di malam-malam yang istimewa

Sentiasa gelak tawa hiasi beranda
Guyon khas para satria
Penyemat kinasih sastra
Bersila di depan kita

Guyon khas brata rama
Tetaplah mengalun indah
Di setiap jamuan
Di pertemuan para satria

KARENA KU YAKIN

Jemari ini
Masih enggan tuk menari
Setelah rentang menggurat
Sepi dalam luka
Ada cemas yg terutas
Andai lidah kecap suara
Aku tetap mengikuti jejakmu
Saat poros bumi berputar
Karena kuyakin
Dalam keresahanku ini
Tetap menempatkanmu
pada langit hati yang sama
Ada tarian luka
Ada tarian bahagia
Ditengah rintik hujan malam ini
Yang menghiasi netra sayuku
Dibalik selimut teman sejatiku

SUASANA KIAN TEMARAM

Malam akan melumat senja
Jinggapun kan segera sirna
Tapi mendung tetap singgah
Dan kan membasahkan jiwa yang hampa
Akankah kau biarkan bulan
Ketakutan karena ancaman oleh hujan
Hingga suasana kian temaram
Hampa lumat nalarku
Hingga peka akan sunyi
Kala simpul rembulan berseri
Aku mencaci
Kiranya rembulan
Senantiasa puji aku yg telah luyu
Malamku-malamku dihiasi sinarnya
wlau kadang aku masih ingin
berpegang pada gelap
Yang akrab dengan kesepian
Kini rembulan tak lagi ramah
selalu termenung gelisah
Dicekam oleh ketakutan
Yang tiada berpangkal
Dan tiada berhujung

URATKU LUNGKRAH

Marilah kita bersulang
Ditarian malam
Ambilah cawanmu
Biarlah aku tuang air ibliz
Biarkan jiwaku terjungkal
Memuntahkan semua onak dalam aral
Uratku lungkrah
Karena beban menghantam jiwa
Netra tak bisa memandang cahaya
Gelap yang ada dalam sanubari
Biarlah syahdunya alunan piano
Menjadi penenang malam
Simpony nada terindah memory lama
Walau hanya sebuah kenangan
Masih bisa aku khayal
Senangnya ku lewati
Masa masa bersamanya
Biar ku sematkan dalam hati
Untuk sebuah kenangan

GURAT AKSARAKU

Kata dirangkai
Bunga menghias bersatu
Rajut indah terpadu
Sanjungan hebat buatku melambung
Apa daya diri tak bersayap
Jatuh terkulai di lubang tanah
Sungguh sangkur memadu
Di racikan legam silam ku
Aku menyatu
Bersama sekutu waktu
Di hujatan cintaku
Di hinaan orang sekelilingku
Tiada jemu aku mengadu
Gurat aksaraku
Hasil waktu di pinang sendu
Diruangan hatiku
Tak ada indah dipadu
Hanya melara kucumbu
Manakala hinaan menyapaku
Hanya kidung kulantun sendu

DAUN KERINDUAN

Bunga berputik
Mekar indah pada masanya
Harum ditangkai
Musnah kala terpetik
Hangat ramah surya menyapa
Tebar cinta di palung rasa
Bunga jiwa sentiasa bersahaja
Putik di petik sibunga melenggik
Lantas di belai sibunga terbuai
Toreh imaji daki ijati
Indah melambai daun kerinduan
Mengobarkan semangat hati yang terkulai
Rinduku tiada sekat jemuku
Mendayuh ayu laksa bayu
Menerjang karang
Laksa ombak laut biru
Tiada lapak sendu selain rindu
Tiada jemu aku senantiasa merayumu

ALUNAN RASA

Indah pagi
Menuai aksara
Bertitakan embun
Menggores rindu

Di semilir sang bayu kutitipkan
Tentang suara hati mengalun merdu
Kecup indah pagi ku untk dia
Sang indah butiran salju ku

Yang selalu temani aku
Di setiap hembusan nafas
Mengucap asma cinta
Terlantun dlam bait indah mewangi

Terpetik alunan rasa
Mengemit kerinduan asmaradana
Berjelaga di tiap detikan
Alunan nada pagi indah

untuk menyapa mu
Sang kekasih hati
Nun jauh di sana
Apa kabar-mu belahan jiwa
Di sini ku merindu senyum mu

RETAK TERURAI

Prasasti keabsahaan
Tercibir jenaka coretan senja
Layu kelopak bunga lusuh
Terbasuh alengka durja
Layang selayang tiada hiber
Kumelayang tegap kini
Tunduk ragu tandang keinginan
Senja kian menghilang
Karena gelap mendekap semesta
Junjung setia pecah
Retak terurai
Di natrat ikrar purnama silam
Lirih tiada lagi kudengar
Bahkan si manah jati
Gonggongan terabaikan
Tandu saja keranda
Di ujung tepian telaga saksi cinta
Ternyata nalarmu
Tidak seluas rasa sang pengelana
Tiada bisa kini terbungkam
Luapan lahar amarah
Telah gagahi singgasana kesantunan
Patahan aksaraku
Tiada akan pernah kau dapati
Walau sampai didengus nafas terakhir

BERCUMBU DENGAN SUNYI



Di ambang pagi
Aku masih saja disini
Mersakan sejuknya tarian embun
Menikmati lembutnya hembusan sang bayu
Di hamparan gulita
Yang masih enggan beranjak pergi
Meninggalkan malam

Sementara..
Netraku yang tak sudi berdamai dengan kantuk
Masih nanar menelusuri pekat
Pun resah'ku yang kian merengek manja
Bersandar menghiba pada dinding qolbu

Entah apa keinginan sandubari
Hingga tanpa lelah
Aku masih setia dengan kegelisahanku
Dan tanpa jemu akupun rela
bercumbu dengan sunyi
Yang tak henti mendekapku
Dalam mengeja perjalanan malam

TERSENTAK TANPA KATA

Awan Tak Berdawai
Tak ada lagi semburat jingga
Yang slalu mewarnai senjaku
Beku... kelu diam membisu
Rinai hujan kini yang tersisa
Membasahi bumi
Menetes dr balik awan hitamku

Aku terdiam sepi disini
Tersentak tanpa kata
Seakan dunia gelap oleh kabut
Seolah cahaya hilang di telannya

Aku mencintai bukan membenci
Ketika ku coba memahami..
Apa arti cinta yang sebernanya
Namun.. kenapa luka yang ku dapati

Ku coba kembali merajut
Sehelai demi sehelai
Ketika rajutan itu akan utuh
Kau hancurkan
Dengan sebuah silet tajam
Kau sayat seolah tak pny rasa

Aku hanya tertunduk terdiam
Seakan pasrah dengan smuanya
Karna.. aku mencintai
Bukan aku yang di cintai

HANTARKAN AKU

Biarkan aku terlelap dalam peraduan
Terasa begitu penat dikedua kelopak mataku
Biarkan aku berbaring dalam damai
Nyanyikanlah tembang-tembang sendu
Dari goresan usangku yg telah lalu
Yang mampu terbangkan segala mimpi bersama atmaku

Jangan kau teteskan setitis air mata pun untukku
Karena semua ini mungkin telah tertulis dikeningku
Relakan dan biarkan aku pergi dengan senyuman
Karena aku akan pulang kerumah keabadianku
Hantarkanlah aku dengan doa-doa
Agar segala siksa tiada kutemui dalam perjalanan

Kusambut kematian itu penuh suka cita
Bertaburkan wewangian bunga diatas pembaringan
Meninggalkan segala aroma keduniawian
Yang membuatku terjatuh, sengsara penuh derita
Biarlah kerajaan fana menjadi tempat ku bernaung
Dengan nyaman

Rabu, 14 Desember 2011

ARTI SEBUAH CINTA

Lihatlah sayang
Setiap kali senja datang
Airmatalah yang menghadang
Tersebab kerinduan kian meradang

Sampai kapan perih ini kan terus merepih
Sedangkan keanggunan cinta mu telah kupilih
Pada butiran-butiran hujan semua tercatat rapih
Tentang rasa ini, yang menghujam di hati pedih

Selembar buku yang telah lalu terbuka
Ada catatatan yg indah di sana
Tentang arti sebuah kata cinta
Memeluk mu di bawah temaram jingga

Gemricik suara air mengalir jatuh
Mengecup cadas terurai bias senja
Keemasan tebarkan pesona
Tentang rasa yang kian meraja
Datang pulang sang camar bawa berita
Ada cinta yang terukir indah disuatu senja

MENUNGGU SEBUTIR KEYAKINAN

Malam semakin larut
Hanyut dalam hening sepi
Terbawa arus kerinduan
Mengalir jauh menuju tepi pagi

Rembulan saga jatuh di telaga
Pucat sinarnya menahan lara
Dera kerinduan yang merajam dada
Memerahkan jingga serupa magenta

Dedaunan diam tak bergeming
Burung malam lesu tiada bergairah
Mencipta susana sepi kian parah
Telaga bening memerah saga
Pantulkan hati yang terdera lara

Sayang
Tahukan hatiku menjerit pilu
Namun suara tertahan membeku
Hanya desah resah terbawa angin merah
Ceruk mata menitikan air mata darah

Tak tahu apa yang harus kulakukan
Tersebab semua diam dalam kehampaan
Berdiri di batas ada dan tiada
Menunggu sebutir keyakinan
Di pucuk daun sebagai sapaan
Ketika mentari mengecup pagi

Masihkah ada...
Untuk ku, tempat berbagi cerita
Hanya kita berdua tanpa ketiga
Ku tak ingin berbagi cinta
Meski sepenggalan waktu saja
Tanpa dusta

PERCAYALAH

Masih kusimpan di sini
Hujan yang kau jatuhkan di awal senja
Di perbatasan kota
Deras hujan kian meraja

Dalam butiran-butiran itu
Kau tulis sajak penuh gejolak
Dengan tinta biru dari mata indah'mu
Kau bahasakan ketulusan penuh kesetiaan

Sayang...
Masih kusimpan di sini
Tiap kali ku rindu pada'mu
Kubuka butiran hujan itu
Dengan penuh haru mengeja satu-satu

Masih genap sayang...
percayalah
Tak satupun yang hilang
Karena aku menjaganya
Dengan penuh kasih sayang

AKAN KUGENGGAM SELALU

Derasnya hujan
Tak sanggup padamkan nyalanya
Kencangnya hembusan angin
Tak bisa padamkan pijarnya
Masihlah kugenggam cahaya ini
Aku telah memprismanya
Dengan ketulusan dan keikhlasn
Senantiasa menjelma minyak zaitun
Menjadikannya tetap berpijar terang
Seterang purnama dikala malam
Secerah mentari di pagi hari
Akan kugenggam selalu
Kemanapun aku pergi
Tuk menerangi setiap jengkal langkahku
Meski kau telah menyakitiku berulangkali
Sebanyak itulah aku memahami
Sebelum kata maaf meluncur
Aku telah memaafkanya
Karena aku nyata sayang kamu

KEPADAMU YANG AKU RINDU

Engkau masih aku genggam
Di bawah derasnya hujan
Nyala mu memijar takkan pernah padam

Ketika angin membadai
Serupa mercusuar ku berdiri
Memberi tanda melambai
Bahwa aku masih di sini

Kepada mu yang aku rindu
Bersiaplah dengan bahtera baru
Telah kau rakit dengan tangan yg sakit
Dan kau tempatkan di atas bukit

Mari kita arungi bersama
Lupakanlah semua cerita lama
Bahwa duka dan lara ini telah membeku
Aku siram dingin salju keikhlasan
Demi cinta
Aku rela menderita
Sebab aku mencintaimu karena-Nya.

AKU MENYAYANGIMU

Letih menapaki hari
Memunguti jejak yang tertinggal
Pada sebidang asa yang tersisa

Adalah kamu yang aku cinta
Merupakan ruh puisi jiwa
Karena mu aku berdiri
Menggores pena di dada bumi

Aku menyayangimu
Dalam ketelanjangan tulusnya hati
Sepenuh jiwa yang hanya tinggal di ujung senja
Hingga malam menjemput usia
Dan ku katupkan mata dalam damai kasih Nya.

IJINKAN AKU BERPELUK DI DADAMU

Kulelap dalam manja
Berbaring dalam dekapmu
Ijinkan aku berpeluk di dadamu
Sandarkan kepala
Agar tenang hati
Yang bertubuh lara
Belai hangat daku
Dengan astamu
Yang menghangatkan
Ciumi aku dalam kasihmu
Di kening dan pipiku
Sayang
Buaikanku dalam nasyidmu
Agar lelap hingga esok
Dan sakitpun hilang
Lalu ku bisa menjamumu kembali
Dalam bakti sebagai dewi
Dari mujahid-mujahidah kita nanti,,,amin

SEHANGAT MENTARI

Malam tak diam
Gelombang kerinduan memecah
Ketika airmata terurai di dada
Hingga sesak terasa lenguh nafas

Wahai airmata
Menggenanglah engkau di telaga jiwa
Kujadikan prasasti cinta
Dalam seikat lantunan doa
Pada sebait kerinduan malam

Sayang...
Teruslah benamkan wajahmu di dada
Basahi raga ini dengan tangismu
Kujadikan sebait sajak doa
Munajat cinta pada yang kuasa

Wahai Rabb semesta alam
Ku diam dalam untaian tasbih
Menggelinding disetiap cecap lidah
Menyerukan namaMu
Dalam keaggungan malam yg kudus

Sayang...
Jadilah engkau madrasah tuk jundi-jundi kita
Setulus rembulan ku kan selalu menyinarimu
Sehangat mentari pagi kukan mendekapmu
Selamanya...

MEMBELAH HUJAN DAN MALAM

Mengapa tidak satukan saja langkah
Dalam birama penuh gairah
Genderang telah di tabuh
Panji-panji illahi bherkibar

Tegaklah..!
Mari rapatkan barisan
Membelah hujan dan malam
Tumbangkan nafsu syaithan

Lihatlah
Tataplah dengan mata hati mu
Adakah diri ini berdiri dengan sempurna
Aku adalah wanita dengan seribu luka

Merejam dada tumpahkan darah saga
Perih dan pilu menyelimuti hari
Tapi aku mencintai luka
Karena nya aku bisa kembali
Menyeru pada Rabbul izatie

AKU ADALAH CAHAYA REDUP



Andai saja fikirku sama
Pasti keraguan ini
Akan melepaskan dekapannya
Aku terlalu penat
Dengan keadaan yang buram
Ingin hari hanya menyembah illahi

Aku wanita yang rapuh
siapa yang mau memopoh aku
Yang terlalu rentan
Digundukkan beban
Dan luka yang bertumpuk-tumpuk

Aku adalah cahaya redup
Yang tak mampu bersinar terang
Langkahku yang gontai
Mengalun penuh dosa
Berteman dengan rinai air mata duka

DI PANGKUAN SAMUDRA

Senja meniupkan takbir
Jingga merona di pelataran
Dan mentari jatuh
Di pangkuan samudera
Duhai jiwa yang bersahaja
Ambilah air suci
Di pancuran illahi
Mari kita satukan hati
Agungkan asma-Nya
Dalam kebesaran jiwa
Dan malamjavascript:void(0)
Sebentar lagi menghampiri
Bila ingin menyendiri
Ambilah sepenggal
Waktu yang tersisa
Uzahlah
Berkhalwatlah dengan NYa
Zat yang maha Suci
Biar akupun mengerti
Arti kesahajaan aksara
Bahwa kita adalah sepasang kata
Dalam sajak tanpa nama
Hanya rasa yang ada

MASIH ADAKAH CAHAYA

Kubisikan pada rembulan
Kemarilah dalam dekapan
Mari kita merenda mimpi
Di lembaran-lembaran awan
Dan menjadikannya nyata

Malam pun berbisik pada rembulan
Mengapa engkau menitikan airmata
Bukankah engkau telah di pangkuan samudera
Bermanja dalam gelombang asmara
Menepis ombak meriak di pasir pantai

Masih adakah cahaya yang tersisa
Hingga engkau mengais-ngais bumi
Menyibak awan yang teduh dalam gendongan
Seribu purnama menebar senyum
Dalam satu kata berjuta makna