Senin, 30 Januari 2012

DALAM JIWA YANG SEPI


Terang disisih awan
Kintan bergeser perlahan
Dengan langkah waktu memutar
Warna biru diatas awan
Dengan cerah memukau
Kian dendang ku alunkan
Dengan senandung jingga
Di dalam angan
Gelar tak bertepi
Dengan jiwa penuh simponi
Inilah rindu yang memekik hati

Syahdu ku gores kan tinta ku
Kekal dg pena hasrat ku
Dawai hati dengan alun rindu ku
Ku cantum kan nama
Kidung Diatas Awan
Kini ku rubah dengan gemelut sunyi
Yang berkidung bidadari Sunyi
Untuk rindu yang selalu melekat
Dalam jiwa yang sepi

Gelar susah ku ciptakan
Alunan ceria yang menyangkut
Di atas langit  jingga
Dengan tempurung ceria
Asa tak sepada
Dengan jiwa sunyi
Mengenai nama yg serasi
Ku ubah bila mana kunanti
Cera melekat dlm hati ini
Ke sekian kali bendung sunyi
Melekat dalam hati ini

Biarkan saja ini rindu
Menjadi pegangan oleh cinta mu
Mu tunggu bahagia mu
Ku nanti genggam ceria mu
Disudut rindu
Hanya kau yang ku nanti cinta ku
Ribu ku goreskan aksara
Dalam makna sunyi
Untuk tampias rindu ku
Biarkan aku berkelana mencarimu
Sampai kau ada didepan raga ku

Ya senandung lirih mu ku ambil
Dalam gumpalan awan diatas sana
Putih warna mu
Membuat silau ku memandangmu
Aku berteduh di bawah mu
Dengan pegangan rindu dalam jiwaku
Kidungku untuk mu
Duhai awan...
Dengan jiwa sepi aku mencoret

TEGUKLAH TELAGAKU


Awan berbisik disisih mentari
Ia mengejek dengan perkataan
Sendayu menepi
Peringatan akan badai .
Peringatan akan topan
Peringatan akan halilintar
Awan tlh siap ternoda sesaat
Menampung gumulung banyu
Menjadi derak hitam

Mentari tersenyum
Mendengar bisikan awan
Sambil berjalan
Marilah kita lewati bersama
Duhai awan....
Barang sesaat badai kan lewat
Sekejap topan kan lewat
Sejegar halilintar kan musnah
Mentari tetap kan tersenyum kala usai
Gemuruh tangis sang langit

Awan bergeser
Meninggalkan mentari
Ia berbisik pada bulan
Pada bintang
Mereka tetap mereka
Tak akan goyah
Sebelum waktu kan tiba
Marilah sama sama
Menyaksikan duhai awan
Dengan keikhlasan
Kami semua menerima
Walau hadir rembulan
Terkadang kau tutupi untuk bumi

Awan terus bergeser
Pada siapa lagi
Awan menyebar berita
Duh,,,, kiranya senja
Menghantar gelap
Menyambut bulan
Semilir sang bayu
Mengejek awan

Wahai awan
Adakah tempat
Untuk menampung
Hembusan sang banyu
Teguk lah telaga ku
Jika putih mu sudi
Menjadi hitam ku
Guyurlah bumi ku
Sesudah kau kembalikan
Sang banyu pada telaga ku

Kiranya aku ingin bertanya
dan memastikan berita itu
Kepada tuhan ku
Sekala aku merindu
Sang pencipta alam raya
Aku ingin berjumpa dengan-MU ya ALLAH

BERI KESEMPATAN AKU UNTUK BAHAGIA


Dikala fajar memahat awan
Biru langit seakan tiada lukisan
Dikala petir menyambar alam
Kiranya guntur mengaget kan
Tangis tak henti kala sedih menepi

Tetes bertubi kala deras mengguyur bumi
Bumi pipi ku
Langit mata ku
Isak sua gemuruh petir ku
Telaga hati ku telah banjir air mata

Haruskah isak terus menjadi sahabat ku
Haruskah pilu selalu ada untuk ku
Haruskah pedih selalu menyayat hati ku
Aku terima jika memang itu takdir ku
Aku hadapi jika memang itu dunia ku

Ya ALLAH
Kiranya alam kau samakan halnya nasib ku
Kiranya suasana kau samakan dg hati ku
Dunia berputar untuk alam
Suasana bergantian untuk alam
Begitu juga manusia
Kiranya sama sebagai mahluk hidup di bumi

Ya ALLAH
Bukan aku menyesali
Bukan pula aku merengek
Akan perubahan nasib ku
Tapi tolonglah
Beri kesempatan aku untuk bahagia
Izinkan deretan kata itu sebagai teman ku
Angan selalu berharap
Hati selalu berdoa
Sabar yah memang ada
Tapi hakekat tabah sangat terbatas

Ya allah
Kiranya semalam
Aku curhat denganMU
Pada malam diatas sajadah ku
Adakah kau mendengar rintih ku
Aku tau kau maha pendengar
Izinkan aku selalu menjadi hambaMU

MENGERTILAH


Mungkin aku memang
Bukan yang terbaik bagimu
Aku tak mampu
Membuatmu bahagia
Aku hanya bisa
Mencipta tetes airmata
Yang setia bergulir
Dari sudut bening
Mata indahmu

Aku tau kau mencintaiku
Dan itu dapat kurasakan dari sikapmu
Namun sadarkah engkau sayang
Besarnya rasa cintamu
Telah menumbuhkan ribuan prasangka
Yang setia bercengkrama dalam imajimu
Hingga kepercayaan yang kau titipkan
Dalam butir_butir cinta kita menjadi lamur

Sayang...
Mengertilah yang kubutuhkan
Bukan cinta yang buta
Yang kuinginkan
Bukan hati yang berprasangka
Aku hanya ingin cinta yang biasa
Yang berhias kepercayaan
Dan bermahkotakan ketulusan

Karena aku mencintaimu
Dengan apa adanya
Ma"fkan aku sayang
Bila kejujuranku
Membuat engkau bersedih hati
Karena aku hanya ingin
Kau mengerti akan tulusnya cinta ini

BAWALAH KEMANA KAU MAU


Kesejukan pagi menembus
Dalam pori pucuk daun
Tatap merasa segar
Dalam pandangan bunga bermekaran
Keharuman mulai berebut akan angin

Bawalah kemana kau mau
Terkalah keharuman pagi mu
Dan belailah dalam halus
Di pundak penghujung waktu
Sampai sang kemuning
Meninggal kan mu

Duh indah nya pagi ku
Dengan lapang bunga dalam hati ku
Kesejuk iman telah menyirami jagad hati ku
Hingga langit langit hati ku cerah membiru
Penuh lukisan keindahan mu

Jiwa mulai pupus
Pelan meratak mekar
Dalam keindahan pelangi taman
Taman penuh kesegaran
Dalam denada alam jiwa ku

HANYA UNTUK SATU HATI


Mungkin kau kira aku lelah
Saat kau jauh
Aku hanya bisa berdo'a
Dalam kegetiran ku sendiri
Mencoba untuk lebih tegar dan yakin

Cinta yang kau janjikan
Hanya untuk satu hati
Percaya aku padamu
Walau kadang ku rapuh
Tapi Tuhan
Aku percaya KuasaMU
Tentang ketulusanku

Hanya untuk
satu hati
satu jiwa
satu raga
satu nafas
satu nama
Yaitu dirimu

Cukup Tuhan
Yang tahu akan hatiku
Tak kan lekang
Oleh waktu dan segala ujian
Ketulusanku akan ku abadikan
Sampai ajal menjemputku
Menunggumu sampai ahkirnya kan tiba
Dan indah pada waktunya

DALAM TARIAN ANGIN


Bagaikan kolibri
Mengibas seribu hentakan
Sayap tak mau hinggap
Sedangkan madu
Belumlah tentu trkecap
Lelah dalam gelepar
Sebelum jatuh brsimbah debu

Aku bukan kupukupu
Dalam tarian angin
Melenggok tebarkan warna
Menari dalam kepakkepak pesona

Tapi aku mungkin belalang
Yang terbang dikejar bocah
Untuk teman nasi mereka
Saat musim panen tiba

Ataukah aku walang sangit
Yang hanya tebarkan bau mnyengat
Dalam buku-buku padi
Yang membuat buliran menghitam

Sementara
Aku mengais kata bagai pemulung
Membongkar buku-buku termakan kutu
Membolak balik aksara hingga ku sayu
Memahat hingga kulelah

Terkadang kuberdarah
Saat pahat berbalik arah
Ternyata ...
Harapanku masih jauh
Dari mimpi-mimpi malam

ATASMU AKU RELA


Sangkur merobek jantung janji
Rengkuh tahta badik membunuh cinta
Kembang arum tujuan bahtera
Karam asa sebelum purnama

Sastra pininggit pinuntun cinta
Ucap asih setia berlabuh didermaga
Kukuh rindu terlaras dalam puisi indahnya
Bertungkuh seribu harap,
Hilang tersapu Gulita

Atasmu aku rela
Menggangga luka tiada apa
Indah maya pada
Itu adalah hak pemanisnya jagad raya
Namun jika mega menjadi penutup cinta
Biarlah aku akan berlalu dari kuil cinta

walau sebenarnya detik ini pun
Aku harus tersedu dalam lara
Usah katakan cinta
jika itu kesumbangan hati yang muna

usah lagi bilang sayang
jika dirimu tiada berani
Berjalan diatas pecahan kaca
Jangan lagi bilang hatiku untukmu
Jika semu adalah bahasa bibirmu

Jika memang dirimu
Masihlah berlencana emas cinta
Setidaknya kau mampu menahan
Sakitnya rejaman sangkur kenyataan
Tapi...ya sudahlah
Mungkin itulah gerhana cinta kita

Minggu, 29 Januari 2012

SUNGGUH PAHIT DERA


Pituah rasa kini
Hanya menjadi siksa angan
Sayu mata menatap arakan awan
Lalu ianya hadir menari
Dalam bayang-bayang pudar
Selayang pandang biru mega
Kutangkup dalam renungan

itukah aku..
Hati yang tengah
Menyandang halimun
Yang menggulung lembayung
Berbantal lengan
Meminang tangisan

Angkuhnya kenyataan
Tiada bersauh salam
Dalam kerinduan
Sinisnya dunia
Memandang hajatku
Yang terlunta-lunta
Lemahnya cinta
Menodai ketulusan ini
Duhai Gugusan mimpiku
Teganya kau buat hambar senyumku
Sungguh pahit dera
Kau ciptakan dicangkir hati

Sudahlah
Bangunlah dari bilik sepimu
Lihatlah diluar
Masih banyak lukisan kemuning hati
Usah jua murung dalam ilusi
Genggamlah ani-ani dijemari
Tuailah gagang kemuning itu
Untuk kau jadikan rasa
Dalam lumbung cinta

BERBEKAL RETAKAN KACA


Kau abaikan aku terlentang
Di dalam kehampaan
Itukah maumu
Jika aku bertanya
Hendak kemana sebenarnya
Rasa yang kau bawa
Benarkah keyakinan hatimu
Akan meninggalkanku ditapal batas
Yang pernah menjadi tenda hati
Yang dulu kita sama rebahkan hati
Dalam ucapan janji setia

Usah jua
Kau bersapa jawab
Atas warkah ini
Cukup aku sendiri
Yang menyimpulkan arti
Dari kebisuan malam
Semogalah nanti
Dalam sendirimu
Akan bisa menjadi
Sebuah jawaban dari tabir
Yang menyelimuti harimu

Aku mohon
Jangan memberatkan langkahku
Untuk menyusuri jalan
Mencari sekeping asa didepan sana
Berbekal retakan kaca
Kiranya aku berpamit dari cinta
Semoga cermin retakku
Akan bisa kujadikan kaca hati
walau mungkin samar
Bayangan itu harus kugagahi

Awalnya kutemukan hatimu
Dengan sapa salam kuberikan
Jika hendak kuberpamit
Dari altar hatimu
Semoga kau mampu
Menepukan punggungku
Dengan ucapan
Selamat jalan

Indahnya ucapanmu
Kumohon berikan aku bekal do'a
Untuk berjalan kebuana
Yang masih penuh
Dengan semak belukarnya cinta
Renungkanlah
Apa yang kutitipkan
Dari coretan yang kutinggalkan
Dibalik bantal peraduan hatimu

KEMANA MATA ANGIN


Senja...
Bisu kumenatapmu
Tiada mampu aku
Berucap salam padamu
Pun gerutu bibir ku,
Tiada mampu bersalam rindu

Senja
Lihatlah sayu mataku
Membendung kutipan kalbu
Hanya itulah kiranya
Yang dapat kau baca
Apa yang menjadi jawabku

Inginlah hati bersauh dalam rindu
Namun desir bayupun
Tiada sapanya  pada diriku
Rasa terpasung
Dalam gelap bawah langitmu
Jeritan hanya menjadi tembang hariku
Siksa dan dosa
Selalu menjadi teman penaku

Kemilau cinta dilangit jingga
Gelap pekat tertutup
Halimun yang kian beku
Tangis bukanlah
Suatu kecundang bagiku
Karena memang itulah
Bukti dari rasa cintaku
Sakitlah memang dirasa
Pedih jua menjadi siksa

Senjaku..
Adakah dirimu tau reksaku
Sungguhpun aku jadi hilang arah
Kemana mata angin
Yang hendak kujadikan isyarah
Sedang bumi yang kupijak
Terasa retak berserak
Biru langit anjungan
Kini debu menghujani bumi cinta
Hingga mata hatipun
Meradang dengan nanar

Haruskah aku mati
Dan kalah akan madah itu
Cukup..cukuplah
Aku yang tahu jawaban itu
Tuhan..
Tepuklah bahuku dengan Istighfar
Berikan lilin kasihmu
Biarkan kulewati gelap malam

KUCOBA BERTAHAN


Pandangan jauh
Pada langit meluas harap
Namun sekejap jua
Awan menampar khayal
Cukup.....
Usah lagi kau menari
dalam angan dan asaku
Bagiku ilusi telah begitu
Membasahi ladang hatiku
Dan akupun tak ingin
Berlama-lama tenggelam
Dalam karamnya mimpiku
Jika memang layang-layangku
Harus terhempas kelangit rana
Mungkin itulah garis
Yang harus kupeluk
Dalam alur hidupku

Kesudahan ini memanglah
Membuat mata penaku menangis
Dalam lembar daun lontarku
Mengapa dan kenapa
Keindahan kiranya sementara
Tiada mampu kujadikan aksara
Dalam bersauh cinta
Terasing memang diri
Dalam kenyataan mimpi
Fatwa cinta yang pernah ada
Rupanya kini harus terbungkus
Dengan kain hitam
salendro asmara
Tiadapun menjadi tembang kinanti
Sabar kucoba bertahan
Walau minda harus menyandang siksa

Dan..
Biarlah tepuk injit kakiku
Untuk tetap tersenyum
Walau zahir meradang
Dalam kenyataan pahit
Biarlah kuselipkan lagi penaku
Dipagar bambu yang lusuk
aku tahu aku bukanlah mimpi
Yang tersirat dalam asamu

MENAUTKAN SERPIHAN MIMPI


Di kaki rinjani
Ku susun langkah kaki
Menapaki permatang hati
Menyusuri tapak gembala sapi
Tiada irama selain nyanyian hati

Namun disini
Ku temukan irama rindu sebuah hati
Mungkinkah malam nanti
Rembulan akan bersinar
Membias dikisi-kisi jendela hati
Untuk kita nikmati kembali
Menautkan serpihan mimpi

Bersamamu
Kunikmati minggu senja berona jingga
Walau aksara ku masih terbakar
Oleh terik yang menyengat
Dan membakar peluh resahku

KAU GORESKAN WARNA LAIN


Masihku terpejam
Dalam sesorak surga malam
Kala ku lucuti gaun rembulan
Jeratnya kain kenikmatan
Kau hiasi pada lirih bersautan

Sayang sekat terjegal
Magma cinta membuncah
Kala kau terbenam
Masih kukuh ku
Pada jiwa semalam
Saat jejari surga
Kau goreskan warna lain

Anila itu teman kita
Merajut qolbu berpadu seirama
Kala jenjang menyikut disudut kabut
Akupun enggan berpagut
Biar tersedaku di sudut sudut

KATA YANG KUGORESKAN


Kukepak sayap lemahku
Dalam bilur jingga
Ku meniti lmbutnya mega
Kuhayati alunan senandung jiwa

Kata yang kugoreskan
Menusuk mnmbus angan
Kata yg kurindukan
Kini jauh dilmbah padang

Kau
Pelaku rindu yang kupunya
Sahabat hati dan jiwa
Yang selalu pangkas gundahku

Kau
Pelaku rindu yg kusayang
Kau terlelap dalam belaian malam

Lihatlah arjunaku terkapar
Usai kelana
Menatap awan diburitan
Meraba karang yang hampir lukai tangan
Dalam deburan tirta dipesisir pantai

AWAN MENGAMBANG


Kuncup kembangku lara
Hardik menukik selarik jingga
Goresan menyengat
Menusuk hampir sekarat
Tidurlah kata
Yang patah brserak-serak
Diamlah aksara
Yang layu kulai dan iba

Kulailah dahan
Awan mengambang
Cinta yang sakit meradang-radang
Konsonan aksaraku kaku
Vokal aksaraku layu
Disaat rindu terhempas dibatu-batu

Aku bungkam amarahmu
Aku diam dalam dengusan malam
Aku tak tidur tapi bermimpi
Dalam khayal seribu imaji

DALAM GORESAN ASA


Aku simpuh
Diksederhanaan
Kata-kataku
Aku terpaku
Menatap indah
Lantunan kidungmu

Aksara jiwa kau paparkan
Pada malam kesunyian
Apakah kau tau
Aku sendiri diufuk rindu
Menanti siapa aku tak tau

Hanyalah pena usang
Dalam goresan asa
Hanyalah tinta pudar
Yang ku semat
Menjadi aksara malam

INDAH MALAM TANPA TERPEJAM

Seindah pena rembulan
Kau sisipkan aksara
Pada celah-celah kegelepan
Atas pramada

Jiwaku rentan
Pada pengharapan
Awahita mu atas aku
Yang masih gagu
Menopang dagu

Lantunku...
Kidoeng pengharapan
Pada langkah bramanta
Mencari gatawati hakiki

Indah malam tanpa tepejam
Kau semat bulir persahabatan
Pada embun di pucuk ilalang
Kau genggam pengharapan
Rengkuhku yang masih buram

Sabtu, 28 Januari 2012

DALAM PENTAS KELAM

Angin sepoi-sepoi
Bak pesuruh senja hari
Tolong bawakan
Keharuman kasturi
Biar kutukar dengan
Hati dan jiwaku
Malang nian hati menari
Dalam pentas kelam
Bawakan surya
Atas punggung sembilan
Biarkan lapang atas hatiku

Tinggal pesan atas rindu
Bawalah aku
Pada gerbang syurga loka
Hembus bayu
Menyusup hati
Hingga kalbu tersayat sembilu
Bawakan aku pijar jingga Baginda-ku
Biar kuganti dengan sujudku
Atas hak dan wajibku

Saksikan olehmu
Wahai sajadahku
Linangan ini kubasuh
Dengan salamku

DENTING KEMUNING SENJA

Diantara remang
Sebilah lilin sebagai cahaya
Ulas memahat sunyi
Dalam duduk mengukir
Nista hati

Di sini hati ku berkata
Dengan setumpuk aksara
Berderet berontah
Sejajar pasukan
Menanti utusan perdamaian

Gulung menderu
Jegur sua menghantam badai
Seak bergemuruh
Gulungan ombak
Menderu sayatan sua
Yang akan dibawa nya

Denting kemuning senja
Menyjemput malam tiba
Ratak yakin bukan rekayasa
Bawalah duhai ombak ku
Deretan aksara yg ku tulis
Dipesisir pantai mu
Bisikan lah dg ukiran
Kasih tulus ku
Dalam tepian hati pujaan ku

Lihat lah kemuning menatap ku
Engkau kah itu
berseri nian wajah mu
Telah tersenyum memandang ku
Aku memahat cinta mu
Dengan penuh tulus
Aku mencintai mu

PEMILIK DAMAI DALAM SEPI

Duhai malam
Engkaulah sipemahat sunyi
Pemilik damai dalam sepi
Melambai ikhlas penuh mimpi

Duhai sunyi pemeluk malam
Dendang menari kisi sua alam
Silir desir penuh lambaian
Walau kadang awan
Menari akan rinai hujan

Wahai purnama
Dalam diam memahat sukma
Dendang gemerlap bertabur bintang
Engkau tiada beranjak dlm malam
Menetap diatas guritan langit
Menatap bumi

Ya sang fajar
Bangunkan aku dari mimpi
Kala esok pagi
Dengan sua Azan aku dahului
Beranjak diatas sajadah
Subuh ku nanti

MELEWATI REMBULAN

Harapan yang hilang
Kini jadi igauan
Memetik di perantaran
Ingin jadi kenyataan
Aku terberai
Dalam sangkar kerinduan
Walau terpijak
Hanya sebuah hayalan

Malam pun tlh berlalu
Pagi kini di depan ku
Melangkah menyusup
Dengan waktu
Melewati rembulan
Malam lalu

Sengat mentari
Kini aku nanti
Memeluk jasad ku ini
Terlalu beku aku disini
Masih berselimut kabut
Tak kunjung pergi

Jumat, 27 Januari 2012

DI UJUNG SENJA

Mimpi itu masih berkibar
Di ujung senja
Memanggil satu nama
Yang entah tlah binasa kah ia

Dia berucap lirih menghulur raga
Yang tak mampu bergerak lagi
Menahan kobar dendam
Yang memanasi jiwa
Yang bermukim sepi

Masihkah dia percaya
Indah di esok hari
Masihkah dia kembali
Disaat langit memerdukan
Arakan pelangi

Terjatuh kehampaan
Diantara senggang jiwa
Dianrtaa mata berkaca
Terpecah oleh kejamnya derita

MEMAHAT BAYANGMU

Nama mu nama ku menyatu dlm hati ku
Rasa mu rasa ku menyusup jiwa ku
Dekap mu ku rasa dlm desis asmara mu
Aku terbujur dlm pundak naung cinta mu

Ku genggam erat hati ku
Bila aku teringat memory indah ku
Di sini engkau bergejimah lena
Mengukuh rasa penuh asmara cinta

Kasih suaramu ku dengar
Saat engkau terdiam
Mengiang dlm indra tlh ku rekam
Benak cinta memadu
Dalam angan menghantar rindu

Kasih aku menunggu mu
Dengan termangu
Dalam diam kesendirian ku
Walau suram padam

Lena angan
Memahat bayang mu
Engkau hadir memeluk ku
Dengan penuh bisik
Asmara rindu di telinga ku

ADA DIMANAKAH AKU KINI

Ku lewati hari tanpa mu
Telusur melintasi waktu
Walau terkadang
Berpegang ranting rapuh
Ku tetapkan dalam genggam
Menyusup rinai yang tak bertepian

Awan engkau perjalanan ku
Mengajak rinai
Dalam mata telaga ku
Aliran linangmu yang dulu
Telah di nanti jagad bumi ku

Rasa...
Iringkan lah buliran lembut mu
Dekaplah dlm pori kemelut ku
Walau kuduk merintih
Dengan getaran Kebekuan mu
Aku tetap memanggil dekap
Dalam lembut hangat nya mentari

Usailah kiranya perjalanan tanpa henti
Siang malam ku lewati
Sampai waktu kini tak tau lagi
Ada di manakah aku kini
Tentunya ada di antara
Tengah langit dan bumi
Kaki ku menginjak bumi mu

SENJA MENGANTAR KISAHNYA


Belajar membaca
Sepinya sepoi hati
Rinai yang membasahi
Bukan lah jawab semua ini

Pernahkah kau menjadi dia
Diantara derap langkah dunia
Pernahkah kau abadikan senyumnya
Hingga tiada orang kan lupa

Senja mengantar kisahnya
Dari dua sisi mengaliri
Perih ceceran amarah
Berdebu lalu hilang digulung deru
Atau mencair mengikuti waktu berakhir

Rabu, 25 Januari 2012

DISINI AKU TETAP MENCINTAIMU


Sepucuk surat rindu
Untuk mu duhai hati ku
Ku simpan rasa dlm benak rindu
Ku lipat dalam uraian kepingan
Sisa cinta dalam jiwa hati ku

Untuk mu duhai rindu ku
Tetap lah dalam keteguhan mu
Membina hati memupuk cinta
Dalam kesejatian nan abadi
Untuk mu sayang ku
Tiada orang lain dalam tirta garis
Yang tercantum adalah nama mu

Duhai engkau yang ku rindu
Dalam duduk sepi
Aku terdiam menanti mu
Disini aku tetap mencintai mu
Untuk mu satu hati milik cinta ku
Terimakasih atas ketegaran mu selama ini

SELAMANYA AKU ADA


Di pagi ini
Ingin ku tulis nada
Kisah simpony dari hati
Saat ku berlari
Kabut menatap kini
Ku rasa disana engkau menanti

Ku ragu
Remang menghalangi ku
Tatap mata samar
Terbelalah rinai embun
Grimis membelai terus membelai rasa
Tanpa sadar aku mengejar angan dihadap ku
Aku rindu

Wajah mu
Yang selalu di mata ku
Mata hati pasti kan ada nama mu
Paras mu
Membuat aku terpasung
Akan cinta ku
Tak kan mungkin berpaling dari mu

Engkau yang ku damba
Selamanya aku ada
Walau jauh di mata

RASA CINTA YANG TAK PERNAH MATI


Kembali rasa dari cinta
Seakan mimpi sebelum tidur
Bangkit memeluk jasad ku ini

Jangkar rindu hampir mati
Serasa hati mendorong
Gerak sua untuk nya

Rapuh jiwa seakan terisi
Buka mimpi
Namun rasa yang hampir mati
Menikmati hikmah dari Illahi Robby

Kini bahu ku tiada kosong lagi
Hati telah terpenuhi
Rasa cinta yang tak pernah mati
Karna engkau yang memberi ketegaran
Dalam jiwa hati ku ini

Met malam cinta ku
Aku kembali untuk mu
Sambut lah aku sayang
Malam mu sepi tanpa dekapan ku

Kala kau terjaga aku ada disisimu

WALAU SERIBU WAKTU


Durasi pagi
Berkeliling riang menabur rinai
Sengketa riang awan
Meluncur diatas cakrawala pagi

Langit tanpa gelap lagi
Malam tlh tersingkap kini
Dendang semalam sunyi
Kini menari dg sua melody pagi

Duhai awan rinai mu
Membuat rasa dalam pori hati ku
Menusuk dalam palung jiwa ku
Kini rasa mu enggan beranjak dari ku
Walau seribu waktu
Kau tetap menjadi rasa ku

IZINKAN SELAMANYA NAMAMU DIHATIKU



Sudah lumrah nya insan terlelep kehilapan
Ku turutkan cahaya di hadapan berliku
Jalanan yg berduri tetap aku gagahi
Biar gunung yang tinggi pasti kan ku daki

Detik detik kenangan segar buat
Pedoman sepanjang jalan taman impian
Izinkan selamanya namamu di hatiku
Biarkan selamanya ku begini

Keyakinan di dada mengiringi langkah ku
Jalinan bahagia iringan doa restu
Di dalam jiwa cinta yg satu
Sejarah yg berlalu jadikan lah ajaran
Menuju bahagia idaman

Selasa, 24 Januari 2012

YANG TERTINGGAL


Rindu yang kau dendangkan
Menusuk anganku
Aku jauh berdiri diufuk snja
Bersama desir angin mendera

Rindu yang kau syairkan
Menjerat penuh  iba
Aku bungkam setelah semesta
Dalam gelap malam mendekam



Bibirku kian terkatup
Saat tetes air mata fajar
Merinaikan tangisnya
Dihelaian dahan dan reranting

Aku sendiri
Hanya membaca pesan
Yang tertinggal di ambang fajar
Itupaun sangat memilukan

BENING KASIHMU


Di penghujung senja
Berselimut pelangi senja
Hayalku mencengkram melanglang bayang
Tentang kisahmu tiada terang

Ku tepis penat di jiwaku
Terdiam mengakar dalam khusyu
Ku kemas serpihan kenangan cerita kita
Dalam merenda asmara ribuan bela

Merdu bisikmu matikan rasa di jiwaku
Hangat pelukmu lelapkan gelora di kalbuku
Lembut belaimu selimutkan asmaraku
Bening kasihmu kristalkan asaku

Sungguh..
Terlelap kalbuku dalam ayunan rindu
Hingga pasir putih berganti hitam kelam
Cinta putihku tersaji hangat untukmu
Lekang dalam keabadian yang bertilam

KINI AKU MERINDU


Menatap malam
Penuh ketenangan
Tersimpan damai
Dalam keheningan
Hingga hadirkan
Sebuah kerinduan

Tuhan
Engkau maha tau
Akan segala rasaku
Yang tersimpan jauh
Dalam lubuk hati kecilku

Tuhan
Kini aku merindu
Merindukan kekasih hatiku
Yang jauh dari jangkauanku

Tuhan
Aku memohon pada-Mu
Sampaikanlah rinduku
Kabarkan dalam mimpi indahnya

Tuhan
Kirimlah malaikat-Mu
Untuk menjaga lelapnya
Hingga fajar menyapa
Membuka mata indahnya

TELAGA JIWA


Rindu…
Layaknya gersang pada air hujan
Berharap tetesnya menyejukkan
Raga ini telah lama tak ditemani
Hanya bayangmu sekilas dalam sepi

Walau jauh dari pandangan
Akankah angin membawa debar hati
Lirih membelai di dalam perasaan
Sebagai penenang gundah di kalbu

Sementara aku hanyalah telaga
Yang masih untuk menanti
Hujan kasih yang hilang
Terbawa kemarau panjang

Dan aku tetap bertahan
Meski kerontang memecah
Segumpal hati yang rindu
Melebur menjadi lumpur abadi

Ketika hujan tak mampu lagi setia pada musim
Maka kemarau datang hampiri telaga hati
Perlahan mengikis genangan cinta yang tersisa
Hanya tinggalkan tandus jiwa yang menyiksa

Ketika kemarau datang bertamu
Telaga jiwaku setia untuk menjamu
Meski tiada hujan yang menggenangi
Masih ada harap pada setitik tirta
Yang tersisa dari sisa kasihmu
Untuk menemani tandusnya hatiku

Senin, 23 Januari 2012

DALAM SELEMPANG SURGA


Engkau genggam pada sabit rembulan
Tancapkanlah atas aku mahija pemuja
Dari gelap yang kututup selembar kapan
Hanya harap atas sarkara pemabuk cinta

Hentak tabuh mewujud
Dalam selempang surga
Ikatkan atas aku samana cinta
Hingga fauna malam memuja
Atas sumpah para ganendra
Yang tunduk atas rasa-rasa

Wahai ksatria penggunggah sukmaku
Bila buntala mereka merobek langitku
Akan aku jadikan gatawati
Cintamu penenang kasyapi durjaku

Harapku dalam curnita cinta
Hendaklah lempar tangkap ismaya jiwa
Agar ilalang tiada mendengar
Agar bulan tiada terpejam

KUTIMANG SAYANG PADA BAYANG


Disitu keluhannya
Kala garis-garis ilalang menjelma halimum angan
Lengkung manja tampak bersimpony dakara
Bila rekah kiasan tak mewujudi atikan
Maka ku tirakat akan dua rakaat

Entah lah dan dimanakah
Ku timang sayang pada bayang
Manda sukma memoles ayu gurahan rasa
Harapku memamah kolbu dari rayu cemburu
Ataupun kau ku simpan agar curnita rasa menjelma

Hanyalah asa atau kah doa
Kala tik tok melaju aku tepap tuju rindu
Entahlah seakan pradipa cintamu
Akupun enggan berlalu
Sedang samala akan cintamu adalah aku

HIDUP SPERTI DAUN KERING

Bila memang
Langit tak berkehendak
Mengapa hanya gerimis yang turun
Sedang dari kemarin dulupun
Hujan seperti tiada lelah berhenti.

Keluarkan saja
Meski halilintar
Yang datang menyambar
Aku akan terima
Daripada harus terus menatap
Warna pelangi yang tak pernah ada.

Dan sesungguhnya
Demi setangkai kasih itu
Aku telah rela dan jalani
Hidup seperti daun kering
Yang tidak beranting

Minggu, 22 Januari 2012

AKU YANG KAU HINA ATAS PURNAMA


Apa hendak kau baca dari aksara
Apa hendak kau arti dari makna
Aku tetaplah ganendra cinta
Tiada ku pulas cinta menjadi wacana

Apa kau arti dari bahasa
Apa kau maknai akan maya
Apa pula kau pijak hakiki atas mencinta
Sedang dusta kau papar demi aksara

Aku yg kau hina atas purnama
Tetaplah tiada iba wibawa
Gerhana tetap kusanding
Dalam iring bising celoteh asing

Tetaplah aku setangkai bunga
Kupuja serta kucerca aksara
Atas cinta yang tak kupandang pana
Atas kemakrifat rasa
Yang ku buka bukan bualan biasa

GEMULAI TUTUR TIADA PANGKUR


Engkau bermain
Dalam kelakar wanara
Sonita itu telah kau lumat
Walau amis menyengat

Tau apa akan congkak
Congkak ku tiada retak
Tetap menggeretak
Walau buntala
Menghunus bumi
Tetaplah sastra menjanji

Lalu apa kau pandang maya
Sedang pijakmu
Pada kosong selongsong

Arifku adalah lantang
Koarku tunduk pula ruhku
Sedang kau gemulai tutur tiada pangkur
Lantas mendengkur tanpa ukur

TERDIAM MEREPIH


Langit mengerang menderas  hujan air mata
Tak mereda hingga mendekati batas malam
Burung malam memekik lirih di kejauhan
Berharap sang putra malam datang bertandang

Aku terdiam mencari seberkas cahaya gumintang
Hingga nanar mataku menyusuri lengang jalanan
Yang kutemu hanya bias kemilau kunang~kunang
Terdiam merepih di sela rimbun dedaunan
Bungaku luruh rebah membasah di pelataran
Kupungut kusimpan dalam hangat genggaman
Agar tak layu sia-sia didera kegelisahan

Bagai kelopak bunga rasaku yang mulai berguguran
Diterpa dingin butir-butir embun yang menghambur
Melalui kibasan deru bayu keangkuhanmu
Hingga sendiriku kian terhanyut di arus kesunyian
Menyusuri sepanjang tepian batas penantian
Berharap disana secarik jawaban darimu tersimpan.

Jumat, 20 Januari 2012

PADA KERLING GUMINTANG


Kelam malam menutupi titik waktu
Senandungkan lelap sunyi sepi
Hening kian membelai jiwaku
Pun mengerang kala meminang angan
Pada kerling gumintang
Di sudut aku terpaku diam membisu
Bibir kelu tanpa mampu terucap suara
Tercekik rasa yang kian menjerat kalbu
Melayang pada seraut wajah

Ku rebahkan rindu di ujung ilalang
Butiran embun dingin menerpa temui jiwaku
Merasuk ke pori pori hingga ke palung hati
Namun tak juga memadamkan gelora di dada
Bayanganmu kian nakal menari di pelupuk netra
Tebarkan aroma kerinduan yang mencekik jiwa
Sulit bernafas dan ragapun tak mampu bergerak
Aliran darah seakan membeku

Di hamparan awan pekat yang semakin kelam
Dawai dawai terus membatik gaun rembulan
Berharap waktu berputar berganti
Agar segera membelai wajahmu
Membiarkanmu bersandar di bahuku
Berbagi kegelisahan dan keresahan hati
Mengurai beban yang menggantung
Mengarungi mimpi yang tak kan lagi terpisah
Kekasih aku hatimu dan kamu rasaku
Satu dalam damai cinta

Kamis, 19 Januari 2012

GULANA MEMAHAT JIWA


Sesajak mendayu akan kerinduan
Menalu sendu penuh keromantikan
Kidung asmarandana aku dengarkan
Sejenak kurasa berkecibung
Gulana memahat jiwa

Terang tak jernih lagi
Seakan samar berkabut kelam
Awan tak nampak berjalan
Biru seakan derak membelai hujan

Rintik hujan tiada henti
Tabur mengambang membelai bumi
Duhai rasa sebagai jarum menusuk jiwa
Terbelalap dengan penuh getaran rasa
Menyusup gemuruh gelombang dalam dada

MEMAHAT TULUS TANPA RAGU


Sentuhan rasa memahat jiwa
Hati penuh dengan cinta
Namun susah dipercaya
Sedangkan hatinya masih ada dia

Mencoba untuk merengkuh kharisma cinta
Berharap penuh dengan kedamaian
Namun kiranya jauh aku rengkuh
Sedangkan tiada sempurna aku tempuh

Memahat tulus tanpa ragu
Kiranya hayalan yang memeluk ku
Berharap bahagia hidup bersama mu
Sampai kini aku masih terbelenggu
Dengan jauh nya perjalanan waktu

TIADA BIAS CAHAYA


Gelap mataku
Gelap pula di hadapan ku
Tiada bias cahaya benderang
Seakan derak mencengkram ku
Apakah ini malam

Kenapa aku merasa tercekam
Diujung sana gulana menerjang
Ku tapak selangkah berjalan seakan jurang
Tak mungkin aku berlari ditengah badai

Diam tegak menanti kala henti
Kiup tiada tadah diatas ku ini
Salut sunyi diami hati tiada henti

Angin kau belai denguh
Tanpa riak sua mu
Terbelalap aku dengan dungu
Atas kebingungan hati ku

Telekuk bersimpuh
Aku menghadap mu
Dengan cucur linangan
Mohon petunjuk pada Tuhan ku

Aku tersipu dengan langkah pasrah
Tanpa daya aku malu
Malu atas dosa ku
Membuat hati seorang pedih karna ku

NUANSA PAGI




Sang bagaskara
Kembali bergeliat mesra
Pancarkan pesona
Senyum menggoda
Taburkan bias hangat merona
Bagi sejuk embun
Yang selalu bekukan jiwa
Sinar cerahnya membias
Diantara celah dedaunan
Tumbuhkan harapan
Ditengah hamparan
Taman kehidupan

Dikala tetes embun kesejukan
Telah pudar  mengering
Diatas daun rerumputan
oleh semburat mentari
yang kembali hadir
membawa rona kehangatan
Semilir hembusan angin
Kembali membawa kesejukan
Bagi seisi penghuni Taman
Membelai mesra pucuk dedaunan
Dengan gemulai tari
Yang melenakan jiwa

Inilah nuansa pagi
Yang senantiasa bersemi
oleh guguran embun
Yang menetes ditaman hati
Sebelum akhirnya
Geliat mentari mewarnikan taman
Dengan bias cahaya yang abadi
Mencipta sentuhan keceriaan
Bagi lembutnya sebuah perasaan
Hingga sebentuk harapan
Tak lagi hanya sekedar impian

MUSIM INI MENELAN SENJA

Mentari kini tak sudi lagi
Untuk singgah menyapa resah
Senja hari Paras wajah cakrawala
Dibuatnya bermuram durja
Tak lagi ceria seperti biasa
Berlarut lama mereka tinggalkan
Resah kedukaan bagi geliat taman
Melumat ribuan luka lama
Dalam ruang kebosanan
Yang teramat dalam

Angin pun lanjut berlalu
Menjemput rindu pada hampa
Awan kelabu teman seperjalanan
para pengembara mencari cahaya Cinta
Langit bermuram durja pada kesedihan
Yang amat dalam tiada hingga
Kala musim berganti menggelar
Rencana alam dari sebuah kehidupan

Suasana musim kali ini begitu terasa
Amat senggang dan memilukan
Deras hujan yang jatuh menerpa
Biaskan rona wajah sayu kerinduan
Ingin rasanya jeritan hati memohon
Pada senja yang beranjak pulang
Bahwa Jiwa resah telah begitu banyak
Memendam rasa kekecewaan

Atap langit kelabu nan sendu
Curahkan aliran tangis mengharu biru
Merobek luka lapisan awan
Menghitam menebar benih rasa kesepian
Di taman ini bongkahan hujan
Membeku telah bergugur berjatuhan
Menerpa dinding jiwa
Yang tengah terluka
Oleh ribu rasa kehilangan

Gelisah hujan musim ini teramat berat
Terasa menyiram jiwa merana
Mencipta duka dalam ritme irama lara
Ribuan ketukan alam impian
Nyanyiannya bersyair harap maya
Bagi usangnya rindu sang Pemuja
Mengabarkan pada para pendamba
bahwa musim akan segera tiba

Musim ini menelan senja
Hilangkan ceria mencipta buram
Pesona hati para penyepi
Masih tetap berharap
Pada malam yang menjelang
Senyum ceria wajah sang malam
Terbayang gelisah dalam dambaan
Namun mengapa ia pun turut
menghilang bersama semua harapan


Hujan musim ini teramat memilukan
Menembus dalam kegelapan
Tanpa memberi celah harapan
Pada sebuah harap yang telah usang
Hujan musim ini telah porandakan
Kehidupan ceria suasana taman
Tak ada lagi harap mampu terjemput
Bagi jiwa Pendamba kesunyian

Harap hujan yang datang
Memberi arti pada hati yang hampir mati
Membasuh luka kepedihan baluri
Lara dan sepinya sebuah kehidupan
Tanamkan harap akan esok
Musim berganti mencipta warna pelangi
Tumbuhkan aneka kuntum bunga
Dalam taman semerbak mewangi

Musim ini tiadalah semua akan abadi
Mengapa harap hujan ini
Mencipta resahnya kehidupan
Sedangkan lara tak pernah luput
Dari duka Sang Pemilik taman
Apakah gerangan yang telah merobek
Rindu sang pendamba kesunyian

MENGGAPAI CAKRAWALA


Pagi ini cerah teramat nian
Geliat pancaran senyum Sang Mentari
Yang coba mengusir embun Keresahan
Ciptakan cerianya sebuah hari
Pagi ini amatlah bergairah
Rona wajah Sang Mentari tak lagi Gundah
Riang menyapa ceruk sanubari
Membawa satu pesan dari Sang Puteri

Lukisan pagi cakrawala membiru
Berkanvas awan dan goresan angin
Semilir beranjak sontak meronta,
Bersama awan ia turut mengembara
Pancaran Cahaya mengggapai cakrawala
Meraih awan yang berterbangan
Seakan enggan awan lari tergoda
tersipu malu ia pun merah merona

Duhai Sang Mentari,
Antarakan titipan salam rindu ku ini padanya
Salam dari sesosok jiwa
Yang senantiasa gundah memikirkannya
Yang jiwanya tengah sekarat
Untuk bisa mengerti segala harapannya
Sampai ia sendiri lupa pada dirinya,
Untuk mampu lagi mengenalinya

Perjalanan Mentari mengukir Pengabdian,
Jiwa pun resah kebingungan
Terangi langkah perjalanan hati,
Gapai harapan yang mungkin tak pasti
Duka lara pengorbanan tiada arti
Hanya sebuah rindu semakin lusuh
Memutar hari demi hari terlalu
sampai semua berakhir
Terkubur dan mati

PRASANGKA


Mungkinkah kita kan bertahan
Sementara hatimu
penuh dengan prasangka
Bukan ku tak mau bicara,
Aku hanya tak mampu
Berkata lantang lagi
Tentang hubungan ini
Karena seribu bahasa yang ku urai
Kau tak akan pernah mengerti
Akan keinginan hati ini
Kau pun tak akan paham
Akan keberadaan cintaku
yang hanya ku hadirkan untukmu
Kau yang selalu datang
Dengan genggaman belati prasangka
Kau cabiki palung sukmaku
Kau deraikan air mataku
Hingga jatuh bersimbah
Membasahi sudut bibir keringku
Sampai kapan akan kau torehkan belatimu
Lalu sampai kapan ku kan menahan
Perihku menantikan sebuah impian
Harapan tanpa kepastian
Mengertilah....!!!
Aku tak pernah lelah  melintasi waktu
yang hanya berteman egomu
Yang mana kau pun tak pernah lelah
Menghujatku dengan segala prasangka
Namun begitu akupun tak pernah letih
Untuk selalu membingkai kebersamaan kita
Meski berat ku menahan
Semua beban cinta ini
Yang hanya sekedar kau jadikan
Sebagai pemuas hatimu
Dan pelampiasan keegoisanmu
Namun aku tak akan pernah
Untuk berpaling rasa
Hingga ajal menjemput ku
Dan menyudahi derita hatiku

Rabu, 18 Januari 2012

UNTUK LENTERA HATIKU


Singgasana istana hati yang ku cintai
Berbunga hatiku bersemi taman surgaku
Setelah engkau taburi benih benih cinta
Dan ketulusan yang ku cari cari

Aku bahagia aku tersenyum penuh merona
Dikala sapa manda gelitiki rindu yang ku junjung
Engkau setia dinanti menunggu cinta terpatri

Nelangsaku telah musnah sayang keterpurukanku
Raib bersama bunga bunga kesetiaan cinta
Aku yang dulu tertatih merintih sedih
Kini tersenyum lukaku telah pulih

Untuk lentera hatiku untuk cincin penantianku
Hidupku dalam hidupmu mimpimu adalah kisahku
Sayang kini akan ku bingkai sejuta cinta
Yang engkau berikan setulus hatiku
Menimang kekasih menjadi pengantin sejati

CINTA


Resah di hati kian mendera
Gelisah merengkuh jiwa
Panah cinta menghujam raga
Asmara meracuni
mengikis dinding logika
Yang terasakan telah terasakan
Kerinduan selimuti angan
Seakan terhanyut oleh alunannya

Ketika sang maharaja atas cinta telah bertitah
Diri ini terasa terpenjara dalam kata
Yang tak pernah terasakan sebelumnya
Dari dada sang malam dia datang
Memabukan bagi pengagumnya

Itulah cinta
Satu kata yg takkan prnah
Terungkapkan oleh apapun
Sebuah rasa tanpa umpama
Cinta adalah cinta

KESEPIAN DALAM SAYATAN



Bulan merah jambu luruh
Dipelataran kalbu
Bias senyumnya menawan asa
Terangkai bunga-bunga hati
Meski jurai ranting tak berdaun
Menyiluet diwajahnya

Sembilu yg kuhmpas
Kadangkala tumbuh bertunas
Meski hujan telah berlalu
Bersama semilir tiupan bayu

Apakah sunyi dikehampaan
Setelah bias-bias temaram
Berganti malam dalam cabikan
Kesepian dalam sayatan

Saat bulan surut dibarat
Tenggelam dalam smburat
Dihamparan huma rindu
Dibukit cinta dirimbun belukar rasa

Selasa, 17 Januari 2012

BAWALAH SUKMAKU


Apa musti kuharus menangis lagi
Saat kutahu rembulanku
Kembali berpulang lagi
Pada peraduan
Haruskah kurintihkan hati
Pada pekatnya malam
Kerana gumintang itu
Tiada lagi tawarkan kasih
Pada diri ini yang selalu menanti
Pijar cintanya dibalai kasihku

Cinta lihatlah..
Dan tataplah wajahku
Yang berlukiskan sendu
Bungaku harus tenggelam
Dan hanyut
Dalam luapan tangisku

Wahai durja malam
Mengapa kau tega
Tutupi maya indah
Dengan hujan
Yang kau curahkan
Mengapa tega
Kau beri sayatan
Yang melukai aksaraku
Mengapa kau tega
Membuatku tertimbun
Dalam lumpur lamun

Ya ROBBY
Mengapa Engkau hibahkan malam
Dengan segala keputus asaan
Aku tak mampu bersandar
Pada saka rindu
Pelanaku tidak bisa
Membawa rasa pada tempatnya

YA ALLAH
Bawalah sukmaku
Pada bahagia yang kucari
Jangan biarkan dia berlalu dari tatapku
Sekalah langit yang kian deras menghujani
Berikan aku ijuk kasih-mu
Tuk meneduhkan cinta kami

Duhai mustika ku..
Lihatlah pipi ini basah
Berlimpah air kasih setiaku
Tapi...mana sapu tanganmu
Dimana...jubahmu
Tak bisa membungkus cinta

ampuni aku..
Janganlah siksa sukmaku atas-mu
Lihatlah kesaksian butir dari tangisku
Itulah rinai piluku

FATWA JINGGA


Aksara pendega cinta
Kembar kasih diubun-ubun setiaku
Manakah yang akan menjadi
Terbukanya lembaran aksarku
Untuk menyibak pekanya jawab itu
Rima cinta hanya dapat kuulas
Dalam pendegar pusaka
Kesetiaanku padamu

Mungkinkah
Rasa ini dapat kau pahami
Betapa kusangat menyayangmu
Dalam kelemahan ini,
Tetaplah kubusungkan dada
Dalam mengacungkan jemari cinta


Waktu bolehlah lupa
Pada fatwa jingga yang pernah ada
Namun saka hati tetap terusung janji
Dalam hibahku pada ketulusan ini
Aku tak memaksakan dirimu
Mengiakan dalam sanjungan rembulan
Kerana bagiku itu adalah kenyataan
Yang sulit dalam menggapai mahligai tirani

Duhai pijar hati
Entah bagaiman nasib hati ini
Jika ia tidak dapat kugendong
Dalam singgasana biru
Mungkinkah injitku dalam melampah
Dalam jejak yang belum kulampaui

Maafkan
Inilah pena hati
Yang selalu menjadi aksaraku
Bagiku kaulah mustika raya dalam rasaku
Dikaulah gemintang hati
Yang selalu mewarnai pijar langitku

SELENDANG CINTA



Ingin rasanya kubersauh kembali
Pada memori senja
Saat mentari tersenyum manja
Disitulah cinta memberi arti
Selayaknya jingga mencuat
Dari nadi bahasa kalbumu

Burung bernyanyi riuh
Di alam sapuan aksara
Gemuruhnya lafas-lafas itu
Begitu merekah
Direlung hatiku

Entah berapa lama
Kutinggalkan masa-masa itu
Dalam kesenjangan waktu
Hanyalah shimfoni
Yang bisa kuindahkan
Dalam kenangan

Duhai indahnya cinta
Masih ingatkah kala lafas itu
Kusemai dalam hatimu
Sebagaimana dirimupun
Menghulurkan seuntai hati padaku

Sampai kini
putikku masih hijau
Kusiram dengan kasihku
Semoga dipupusnya waktu
Yang akan menjemputku

Selendang cinta
Masih membelit dihatiku
Pujilah kasih untuk janjiku
Jika itu sudah kau mengerti
Jadikanlah jinggamu
Untuk hadiah dari setiaku

Aku tak mampu berkata lain
Selain kata cinta
Dan setia untuk-mu
Dariku-untuk-mu

Senin, 16 Januari 2012

DALAM GENGGAMAN ASAMU


Riang kembali camar
Melayang dalam kerinduan
Flamboyan kasih bersemi
Dipelataran cinta dari dua insan
Indah memang lukisan maya pada

Mungkinkah gugusan ini
Dapat membawa hari
Pada tumpuhan cinta
Yang kutanam
Ataukah semuanya
Hanya sebatas tertoreh
Diatas pualam

Adakah memang kudapat
Melukis keindahan cinta
Pada gugusan
Yang nyata disinggasana
Yang aku impikan
Dari awal mana kiranya
Kujadikan bayang-bayang itu
Kurenda dalam cinta nyata

Sungguhpun aku kecil
Dalam genggaman asamu
Bagailah rasa jemari
Melukis diatas kaca
Terhapus mudah
Dalam janji
Dibenarkan juga nyatamu
Hanya mampu menggelengkan hati
Kulihati pucuk hatimu
Tak pernah percaya akan cinta ini

Wahai gugusan hatiku
Manakah yang bisa
Kujadikan serunai hidupku
Mampukah kulalui dindingmu
Apakah tapal batas itu
Bisa kita jadikan pertemuan cinta senjaku

Tuhan..
Jika aku adalah putik yang akan dipetik olehnya
Maka tolong beri petunjukmu pada dia
Namun,,jika Ia bukan pelangiku
Janganlah membayangi telagaku
Lemah aku menyangga jiwa dalam kecamuk cinta

ALAM MURKA


Terpampang dengan begitu jelas
Sajikan aroma yang begitu mengugah
Namun tiada tergerak tuk memungutnya
Hanya menumpuk dan menambah adanya

Kini tibalah alam murka
Dan telah hadirkan lara
Langitpun meneriakan perihnya
Menangis tanpa dapat terhenti
Oleh tangan menghiba
Tenggelamkan tempat hunian
Yang kita pijak dalam mengais asa

Kita hanya dapat merintih perih dalam duka
Merasakan nikmat yang terberi cuma cuma
Dimana lengah kita dalam kesadaran
Terlalu larut dalam buai keserakahan

Dan kita tiada dapat mencerca dengan lantang
Pada alam ,bumi dan penguasa semesta
Dimana lentik indah menguji
Disitulah semua kesadaran kembali
Walau nyata terlambat dalam menangulangi
Kini bumi, alam tlah menghitam warna

HANYA GUMPALAN AWAN


Rindu yang menganga
Di bibir mega
Ku cium haru
Berselendang biru

Ingin ku raup awan ku
Hiaskan di tengkuk rembulan
Namun tak nampak olehku
Cerca gemintang
Yang hendak menari denganku

Hanya gumpalan awan
Berjubah hitam
Yang menyapaku
Dan mengguyurkan hujan
Di air mata kelabu

Kini hariku merepih
Bergumam lirih
Bersulam pualam pipih