Senin, 13 Februari 2012

GERIMIS-PUN LURUH


Gelisah rinduku kembali meluap
Di bawah selimut langit malam
Tiada cahaya rembulan
Bintang-bintang pun bertirai kabut

Gelombang rasaku pun
Mencari pantai-pantai kerinduan
Namun di sana gelisahku
Hanya menghantam tebing-tebing karang

Gerimis pun luruh
Seluas bentangan samudra
Sebab sia-sia kupanggil nama kekasihku
Dengan suara-suara hempasan
Kekasih hati telah rebah mengeja mimpi
Di hamparan peraduan malam

AKU BERLAYAR SELUAS SAMUDRA


Kini aku berdiri di singgana lautku
Bertahta atas ombak
Peredam segala gelisah
Yang selalu menjarahku

Tak ingin lagi kudirayu masa lalu
Hingga membuatku terhempas
Ke dasar samudraku sendiri
Dihisap oleh arus kegamangan

Aku berlayar seluas samudra
Bintang peta perjalanaku
Kembali kuraih
Meski tinggi menjulang

Jika malam membuatku kelam
Menjadi pemburu segala impian
Tanpa perduli dengamu
Yang selalu merajamku
Dalam kerinduan
yang tak jua merepih di muara sua

AKU MEMBURUMU LEWAT BATAS WAKTU


Masih jelas dalam ingatan
Kita berdiri di tepi senja
Memandang batas cakrawala
Angin menggerai rambutku
Seperti ramput senyummu terurai
Ketika punggung jari tanganmu
Menyisir anak-anak rambut
Berjatuhan di keningku

Aku tak lelah menanti bisikmu
Kau pun menggenggam tanganku
Ketika aku berpaling darimu
Menuju ke laut lepas
Hingga aku pun terhempas
Dipermainkan ombak

Kau pun terlepas dari genggamanku
Aku memburumu lewat batas waktu
Kau telah membatu di tepi senja itu
Aku meminta dan merayu
Hanya desir anging berbisik padaku
Lembayung senja menutup matamu

Rabu, 08 Februari 2012

MENANTI LEMBUT-NYA SALAM


Sepertinya mentariku
Murung dalam fitrahnya
Pada petang
Hingga jingga redup
Terbungkus halimun
Keindahan lembayung
Tiada jua menampakan senyum
Pun arakan camar
Bagai melayat kematian
Aksara hitam dan pekat
Senja berkabung

Calar rindu
Tiada terisyarahkan
Dalam desiran bayu
Dingin dan mengiggil
Bibir berkata runyam
Riak gelombang
Saling berderak
Menghantam dinding karang
Seakan dia putus rasa dalam anjuan
Ianya pun tak bertepi
Menyapa buih dihilir penantian
Sampah tetaplah kotoran
Terdampar terombang ambing
 Dalam kerancuan

Adakah mungkin hari
Yang bisa kutunggu
Menanti lembutnya salam
Ataukah memang
Warna pelangi itu
Telah pudar terguyur hujan

Apa yang harus kukatakan
Pada wahai mentariku
Aku tahu dirimu kecewa
Pada ranah senja
Awan putih yang kau harap
Dari do'a namun ternyata
Hujan membungkus jingga

Maafkan...
Akulah hati sang rantau
Jika hadirku diranahmu
Tiada berkesan
Biarlah kukan kembali lagi
Kedusun kecil yang sunyi
Bukanku menghitamkan senjamu
Namun apalah daya
Semua harus tersandung dilema

Senin, 06 Februari 2012

KIDUNGMU HANYA BAHASA NGIYANG



Labuhan kasih tersisih
Dalam tudingan kemiskinan
Cinta menjadikan sebuah buih
Dalam tepian tak berarti
Senjapun berderai
Dalam cacian hujan

Hajat selalu bersenandung
Namun kidungmu
Hanya bahasa ngiang
Dan tak bisa didengar
Musibah pena tenggelam
Ke dalam lautan duka
Tebaran kembang kamboja
Kinipun menjadi serakan
Ditanah merah mengubur asa

Serunai serulingku
Rupanya sekedar
Mengundang bisa-bisa cinta
Mati dan membusuk
Tiada terjawab kata
Putus temali kecapi
Tanpa makna
Yang dimengerti
Rindu mati
Berkalang simbah luka

Gangga hati tak mampu
Jadi mandian praweswari
Sendang kering
Tanpa cucuran kasih
Yang kuimpikan
Sebuah perjalanan injit,
Tersandung duri pesakitan
Mungkinkah alam
Enggan bersapa salam
Atau mungkin sebuah dosa
Hingga kutiada bisa membawamu
dalam pajangan kembar mayang

CERMIN TELAGA



Rentan sukma
Rajam bintang cakra mandala
Galur diri seluyu eja sastra pengelana
Tajub riuhku belai mesra ciut rasa
Tampik siwasta bulan aku terkapar

Tetap lah aku pucat pasi tiada jemu
Menjamu rasa lungkrah lisan manda kolbu
Di hantar tarian sanjungan
Di sapa santun kepuasan

Tetaplah begini
Agar aku lantang
Pada  tunduk pemujaan
Agar cibiran menjadi oshada kedepan

Ataupun cermin telaga
Yang sempat keruh namun terjaga
Agar bayang menjelma rupa

INIKAH PENGERTIAN PADA PENANTIAN



Itulah serupa cawan keruh
Tercampur lumpur-lumpur sapa
Biar ku teguk dari kerontangnya diri
Agar sapa itu kau maknai ketetapan

Inilah akhir pekan
Binasakan setiap pujian
Tunaskan kenikmatan
Yang aku hiasi sayatan-sayatan

Inikah pengertian pada penantian
Hingga ku lihat sesorak anila menikam
Pada kalam-kalam hujatan

Kembaliku adalah selembar harap
Dari pinanti bingkai hati
Selepas aku menantang bumi
Kini aku memuja malam...

Biar ku eja malam pada keheningan
Kurengkuh latifahnya
Ku semat cinta kasihnya
Pada ajaran-ajaran yang kau berikan

Minggu, 05 Februari 2012

LIHATLAH TEBING HATIKU


Sastra pininggit rasa
Pijar rasaku akan selalu bersauh
Dalam kidung Asmarandana
Jika ada lilin kecilku
Dapat menerangi jalanmu
Pamujining Rasa
Kujunjung tetap rasa ini
Hingga kan kupersembahkan
Pada titian hati yang mengerti

Bukanlah peri malam yang kucari
Namun kinasih ati
Yang bisa kujadikan layar
Dalam kembaraku
Yang selalu tersisihkan kenyataan

Jika kemukus hati
Dari bersauh disemeruku
Dianya kan kujadikan prasasti
Aji satu dalam madah sari
Gamang memang puisiku
Namunlah tetap berpijar terang
Dalam mengejar suatu mahligai cinta
Untuk menjadi suatu jawab karsa

Lihatlah tebing hatiku
Banyak sekali terukir seribu janji
Namun,satu pahatan itu
Tergambar cinta dalam keyakinan

Tapi...
Apalah daya sahaya
Hanya mampu berpeluk fatamorgana
Jangan ada kiasan kata dalam cinta
Seperti halnya cinta tak mengenal kasta
Namun warna itu selalu merejam
Dengan sangkur-sangkur
Yang menjadi penjabaran kenyataan cinta

JENDELA BERTERALIS DURI


Mengapa kau berikan aku
Sebuah undangan
Yang berbinkis kado hitam
Pitamu selalu melipat
kotak angan-anganku
Hitam melingkar
Dalam penerimaan
Sejauh mana aku berlari
Nyatamu membuntuti
Dalam bayang hitam

Rembulan
Kenapa dirimu
Selalu membayangi ruangku
Hingga akhirnya
Aku berlari menghampiri
Jendela yang berteralis duri

Sadarku hanyalah
Buah khayal yang mengundang
Kuraba hati anyir meleleh
Dari lubang pesakitan
kembali lagi sukma tersentuh
Dalam isak kepiluan

Wahai rembulan
Segeralah berlalu
Dari langit hatiku
Kutak mau hadirmu
Selalu membayangi
Petapaan sunyiku
Karena bagiku
Itu adalah rana bumiku

Aku tahu hadirmu
Untuk mengganti
Sabit yang telah  berlalu
Tapi kenyataannya biasmu
Hanya menjadi lara
Dihati altar bumiku
Pergilah
Biarkan kutetap sendiri
Dilembah sunyi
Dan biarkan semuanya
Kujadikan kenangan
Hingga di akhir nanti

Maafkan
Jika rembulanmu kutepis
dengan aksara sunyi
Bagiku itu adalah duri
Yang menusuk dihati

MAAFKAN



Masih tercengang dalam kata
Yang kulontarkan pada lautan
Sampai akhirnya aku merasa
Terbebani oleh sabdaku sendiri
Mungkinkah kedosaan
Akan terus melalang
Dalam pelataran jalan

Jika itu adalah sebuah kesalahan
Mungkin sebelum fatwamu
Singgah dihalamanku
Terlebih dahulu sukmaku
Akan menampar lisanku
Yang telah lancang

Maafkan
Jika mana untaian kembangku
Menjadi pembubuk kubangan dosa
Hanyalah aksara rendah kusampaikan
Pada mahkota kesatria

Namun
Satu Tahta telah kubuat dalam gangga
Biarkan itu akan menjadi penyimpanan
Segala keindahan yang kupunya
Segalanya aku utarakan
Dalam sebuah aksara sastra cinta
Tiada dosa jika yang ada
Tetap kugaurkan dalam bahasa cinta

MASIHKAH KAU SANGSIKAN


Senandungmu kini
Tiada lagi terkucur makna rindu
Keruh tiada mampu
Kujadikan pemandian keresahan
Pelangi hadir,
Namun gunturpun manampar impian

Mandul harapan
Tiada berbenih janin cinta
Dia berlalu tanpa pesan dihati
Hingga aku tiada
Bermimpi dalam siang
Hari kehari kenyataan
Selalu menghapus aksara
Dan penakupun terpejam
Dalam sebuah khayal

Wahai kau cinta,
Kenapa saja kau datang
Dengan tawarkan fatamorgana
Masihkah kau sangsikan Mutiara
Yang tersimpan dalam hati ini
Apakah memang hadirmu
Hanya untuk ciptakan
Bayang-bayang ilusi

Jika memang
Penamu mengangguk iya
Tolonglah jauh dari alas mimpi
Kerana kembaraku
Bukanlah mencari asa semu
Namun gemggamku
Ingin merengkuh cinta yang akan kugagahi

TIADAKAH DIKAU RASA


Duhai pengembala rasa ku
Kenapa pagi mu bersalam pilu
Tiadakah dikau rasa
Usapan sang bayu
yang begitu halus
Menyentuh pori kulit mu

Atau
badai semalam
Yang mmbisu
telah menghancurkan
segala angan mu

Mengertilah cah angon
Lendang ku bertapa
Dalam kawah ragu
Saat gayung tak sampai
Mengusap bibir tengkuju

Hingga mimpi itu
Hanyalah harap semu
yang mampir dalam lena mu
Dan enggan beranjak pergi

Jumat, 03 Februari 2012

APA KAU TAHU ISI HATIKU


Langkah berpusara
Di antara musapir pena terbata
Di guritan teracik sepenggal bait
Terincik injit mengusik
Ada aroma mengundang kehausan
Dengan seulas pertanyaan memabukan

Itu aku dalam pegang bambu
Biar batu-batu itu saksi bisu kebatuanku
Inilah seujar jawab surya atas pinta pemuja
Atau pula warta kilatan senja yang terbata-bata

Artinya adalah aku yang membatu
Menjungjung ambigu tapi aku tau
Sekat terjegal raup sunyi tanyaku
Apa kau tau isi hatiku

Bilapun ku jabar pada kertas kusam
Atau pada sutra berlinang pertanyaan
Tetap pula buram tiada tergambar

DI UJUNG ILALANG



Sang bidadari
Tetap tersenyum
Dilembah sunyi
Dikeharuan angan
Ditabir sutera malam
Percaperca kerinduan
Yang ia tautkan

Dalam untaian benang
Kasih sayang
Menjadi hamparan indah
Sutra cinta warnawarni
Meliuk rindu tersemat
Dilengkung pelangi

Layaknya kupukupu
Dipagi nan basah
Dalam kepakannya
Yang kian melemah
Hanyalah terpaut
Diujung ilalang

Bersama hujan
Yang menghujam
Indahnya teatp brtahan
Diujung-ujung butiran

TANPA PURNAMA




Telaga malam yang pekat
Apakah lautan tinta
Sepahat tatah jelaga
Seulas kuas melukis
Tetap hitam cabik menikam

Canting kosong
Batik pudar tiada kelir
Corak tanpa warna
Hampa saat nalar mmbaca

Puisi tanpa judul
Aksara kaku tak lentur
Deret berantak
Dalam hurup yang mnumpuk
Rumusan angan tak dentang
Loceng malam tak bergoyang

Apakah kau tau makna ini
Ada irama tak ada suara
Senendung bungkam tertahan
Nyanyian hanyalah sedayu angin
Semilir lirih mnusuk rasa
Dan tetaplah buta
Tanpa purnama

TERKULAI DALAM TANGIS MALAM

Gemuruh riuh di kurusetra
Jerit lengking mmbelah hening
Malam dalam deru amarah
Bau darah mengalir dimanamana
Anyir mnusuk ciuman indera

Panah menancap raga-raga tak brdosa
Terkulai dalam tangis malam
Genderang menghela padang
Dalam deru-deru jalang
Jerit membaur langkah
Gontai menuju tenda-tenda
Gelimpang mayatmayat
Dalam intaian tajam siburung nazar

Bharata yudha
Alkisah zaman dalam cerita
Dimana amarah adalah siasia
Keserakahan adalah pmacu dendam
Keegoisan korbankan struktur kasta
Indah istana hanya tangis tiada guna
Kekuasaan hanyalah sia-sia
Saat korban berjatuhan
Dari ambisi otak durjana

GENGGAM-LAH RASAKU


Dengar kan lah
Dengarkan oleh mu wahai sang hujan
Aku yang sedang meminjam sua sang petir
Untuk aku gemuruh kan
Ditengah tengah derasnya kerinduan

Rasakan lah
Rasakan oleh mu wahai sang salju
Aku yang sedang mendorong mentari
Untuk luluh kan kebekuan rindu mu

Lihat lah 
Lihat lah sungai di depan mu
Riak nya akan mengalir deras
Dari bobolan banyu samudra cinta ku

Pandang lah
Pandang lah dari hati mu
Tak kan keru butiran embun dari hati ku
Yang telah menyentuh pori pori hati mu
Genggam lah rasa ku
Rabah lah dada ku
Dengar kan denyut nadi ku
Disini detak selalu memanggil mu

DENGARKANLAH



Saat ini aku masih menanti
Ditepian hamparan sunyi
Debur ombak membelai kaki
Simpang siur silih berganti

Bersandar menatap
Kemuning senja
Pelan ku dendangkan
Bebarengan sorak kejora

Binar layur menari turun
Melengkung diperantara bumi
Singgah bergejimah
Sang bidadari
Telah menghampiri

Dengar kan lah
Kidung senandung senja ku
Duhai belahan jiwa
Alunkan kelak ditepian hati
Sang pujaan yang telah menanti
Iringi lah irama melody hati
Bersayup sua tulus
Dari hati dan cinta mu

Kamis, 02 Februari 2012

DALAM SEMBURAT WARNA LARA


Kau menanti kilau berona jingga
Di ambang cakrawala senja
Karena aku berada di pinggir telaga
Mengenang kasih dalam jelaga jiwa

Duhai sang belahan jiwa
Lembut aksaramu
Mebewa lembayung jingga
Hingga aku terbangun
Dari lamunan asa
Yang merangkulku
Dalam bias maya

Ya ALLAH
Tolonglah diri hamba
Yang termenung
Dalam semburat warna lara
Berharap raut wajah penuh manja
Merajuk hingga lara berubah bahagia

Namun..
Apalah arti diriku
Aku hanya wanita rapuh
Yang bernaung di pinggir telaga
Pualampun tak mampu mengasahku
Menjadi sebuah Berlian
Yang selalu berkilau
Disepanjang kitaran waktu

JANGANLAH ENGKAU BERKECIL HATI


Apa yang musti kupahat
Dalam cadas hatimu
Netra ini terlalu silau
Dengan sanjung berlian aksaramu
Hingga kutak mampu beruluk salam
Pada titihan petangku

Sanjungmu kembali memukau hatiku
Hingga tersentak kubangun
Dari semedi hati yang terasa mati
Aduhai belahan jiwa titian telaga
Berlianmu mengundang
Kidung asmarandana

Ku akui..
Bahasamu ternyata telah menyibak
Mega gelap dimuka hati ini
Jelas nampak kerlip berlianmu
Mampu memijarkan shimfoni hati

Janganlah dikau berkecil hati
Ada hati tuk berniat
Menanam bambu gendani
Dipinggiran hatimu
Untuk menjadi pagar hijau
Ditelagamu bersama kita berdiri
Menatap lengkungan pelangi
Jadikanlah warnanya menjadi
Sebuah simbol cinta diakhir nanti

SAAT REMBULAN MEMAYUNGI JIWA YANG LARA


Satu kepakan sayap
Terbangkan pujian
Pada bahu sembilan
Kadang kita lupa
Pada siapa kita
Akan bersauh
Tentang kerinduan

Sedang teman berada jauh
Dari rengkuhan tangan
Ketika aku butuh bersandar
Hatipun miris
Dalam reksa dan Tangisan

Memang ada kalanya
Kita mampu menatap bayangmu
Namun apa mungkin
Sisi hati mau tahu
Apa sebenarnya yang kita alami

Kasih..
Kala sapa itu tiada,
Mampukah kita berfikir
Apa ianya masih ingat
Saat rembulan memayungi
Jiwa-jiwa yang lara

Reksa cinta bukanlah keegoisanku
Dalam hinjit hatiku menerima yang ada
Namun sejatinya hati telah melaburi
Sebuah warna pada yang kupuja
Tapi..ianya kini pergi dalam kediamanya

Kasih..
Tetaplah kumohon
Warkahkan hatimu untuk menyapaku
Hiasilah hari-hariku
Dengan warkat senyum canda riamu
Disinilah aku tengah membendung
Warna gundah dalam buana alasku

Maafkan
Jika apa yang kugaurkan ditiap-tiap baitku
Hanyalah tentang reksa hati dalam cinta
Karena memang itulah sebuah biduk
yang telah menjadi layarku
Dihamparan samudra cinta

PAGI DENGAN RINTIK GERIMIS


Detak jantung pagi
Nafas aroma pagi
Saat pagi menyentuh tubuh
Semua nyata mimpi terdapati

Pagi dengan rintik gerimis
Pada lembaran hari yang sangat indah
Burung kecil bernyanyi dibalik dahan
Ikut menyambut hari dengan riang

Kabut pagi dengan berselimut
Enggan beranjak dari ruang peraduan
Senyum pagi bersama kekasih
Menyatukan jiwa
Pada bintang yang hangatkan diri

Untukmu pagi
Aku menyentuhmu...

MASUKLAH KEDALAM JIWAKU




Terbanglah seluruh imaginasiku
Menepi diantara ranting dan daun kecil
Merambah diantara hutan

Dan masuklah kedalam jiwaku
Agar aksaraku mampu terbang
Bersama mimpi-mimpi indahku
Indahnya alam kusentuh melalui rasa

Sempurnakanlah malam
Bersama para penghuni samudera
Dan menyatu didalam genggaman

Andaikan jiwa tak mampu terbang
Maka terbangkanlah
Malaikat Hati ...

MEMELAS DALAM HIBA PENGERTIAN




Lebar dari jeratan jala sutra
Kau mampu buat ganga hati ini
Terkuasai saji pundi
Bayumu nyata telah membuai hati
Hingga diri tak mampu lari
Dari jala cintamu

Kau mampu menudungkan taji
Pada mahkota cinta
Wangi kembang setaman
Kau laburkan pada kuburan hati
Hingga kini kuselalu
Gentayangan dalam kegalauan

Miris hati menangi
Dalam kesenjangan malam
Mencari menggapai rindu
Yang kau tinggalkan
Sukma hatiku selalu menjerit
Saat sepi mencekam

Memelas dalam hiba pengertian
Namun sajalah wangi itu
Semakin jauh untuk kuhisap
Dalam panimbahan

Indah pohon cintamu
Kini berubah
Menjadi persinggahan
Sukmaku dalam penyepian

Hebat
Nyatamu mampu membuat hati ini
Melanglang buana pada kesunyian
Jubah putihmu kini
Menjadi cadar hitam
Dalam tapak petilasan

Mampuku
Hanya berjalah merangkak
Menggapai rana dalam kedukaan
mungkinkah camar yang hilang
Dapat kembali pada saran

Yah itu bukan janji bulan
Memang kenyataan,
Madu yang kuberi
Tak bisa mengubah rasa dilaut cinta

Tuhan
Apa yang tersembunyi dibalik mega itu
Mengapa jua pertemuan itu harus ada
Jika akhirnya menjadi sangkur membunuh rasa
Satu desah tertinggal
Penyesalan

CATATAN KELUH CINTAKU


Sambut pujimu meminang rasaku
Jernih kasih mengalir cinta
Dari gangga hati yang kau beri
Pada hilir janji dalam persembahan
Janji yang terpatri

Sejalan seiring wangi kembang
Kau taburkan dalam huma cintamu
Kau kalungkan lencana suci  dihatiku
Tasbih puji senantiasa khusu
Dalam do'a mahabah ikhlasmu

Namun
Entah bagaimana
Waktu telah mengubah mahabarata
Menjadi prahara dikuil cinta
Taman bunga kini berubah
Menjadi ranting-ranting arang

Lebur
Pupus dengan ingkar
Yang tercalar dari kenyataan
Kelembutan jemari cinta
Kini menjadi kaku
Melafalkan kasih birunya
Adakah memang Hanoman datang
Meluluh lantahkan pesangrahan hati
Hingga terciptakan
Nyali ciut dalam geni obongan

Sakit...Perih....
Lepuh hati menerima kenyataan
Keikhlasan Kerelaan
Selalu menjulur pada langit hatuku
Namun jua belum bisa
Kuterima dalam tangisan
Kesudahan ini adalah
Catatan keluh cintaku

Jangan pula kau tanyakan
Mengapa aku tak bisa tersenyum ria
Hati bukanlah untuk dimunafiki
Tapi..hati harus kita santuni

GEMURUH TEDUH



Hujan turun rintik rintik
Senja yang luruh
Di gantikan malam
Terkatup rapat

Tanpa seulas senyum
Mata indah berbinar
Senantiasa bekaca
Dengan penuh luluh air mata

Bersandar diantara bahu
Dinding malam
Memahat kisah kisah nyata
Antara gerimis dalam keteduhan

Gemuruh teduh
Seakan tiada tertahan
Pijaran rintik menderai
Penuh luluh butiran
Dalam isak penuh tangisan

Senja itu diantara kemuning
Beranjak dengan gegas pada malam
Malam yang penuh mimpi
Dengan damai kala sunyi
Aku masih terdiam disini
Menanti dengan harapan pasti
Mengundang gulita

DESIR MELAMBAI



Bisik gemruncing
Berarak damai membelai ranting
Kuasa rasa menusuk
Bagai jarum dalam kehalusan pori pori jiwa

Desir melambai ke tujuh samudra
Mengikis butiran yang menetes
Dalam wujud beningnya embun
Yang menderai kalas
Halus menyentuh pucuk daun

Sejuk nya bumi ku
Indahnya langit ku
Bergelombang indahnya ombak laut ku
Betapa birunya samudra ku
Aku nikmati dalam relung puji syukur ku

Terimakasih Tuhan
Kau berikan nafas dalam hidup ku
Sampai aku menikmati
Berjuta rasa yang kau beri
Aku masih berdiri disini
Menikmati keindahan rasa dari mu

ENGKAU PINANG ATAS NAMA CINTA

Aku bungkam rembulan
Atas harap sapaan malam
Disini masih dalam jeruji surga
Ku pinta dari sunahnya
Sepenggal syair ku urai
Dari kerontang jiwa termamah pajar

Lalu kupinta sari pati biduan malam
Pendamping gemulai ilalang
Walau tiap tetes embun membeku
Tetap ruhku tuju rindu

Sudahlah
Dari serapah ku papah
Dari antahbrata ku puja
Engkau pinang atas nama cinta
Dari serpihan kelana kelam

Ijinku padaMU
Demi bumi pijakan hati
Demi langit naungan diri
Ingin ku sunting semoga
Seraja lambang keabadian rasa

Rabu, 01 Februari 2012

DIBATAS CAKRAWALA PAGI


Tingkah nakal liuk sang bayu
Menggagahi malam dengan kebekuan
Menelusuri gulita dengan hembusan
Singgah ditingkupan reranting
Membelai lembut helaian dahan

Pun ia-nya menyapa
Di antara lenguh nafas
Yang tengah dirantak gelisah
Menari dipucuk-pucuk mahkota
Hingga dingin-nya menusuki
Pori-pori jelaga sukma


Pun ketika malam merepih
Di batas cakrawala pagi
Ia-nya tak sudi  beranjak pergi
Demi menemani sang dewi fajar
Menggulung embun keperaduan

Ketika usai tututan remang
Dibinar cerianya wajah pagi
Dengan celoteh burung-burung langit
Tiada pula ianya ingkar pada janji
Untuk mempersunting kilau lentik jemari timur
Menggiring-nya pada tahta kerajaan siang
Untuk selalu setia  mengiringi jejak hari tanpa jeda

KETIKA PIJAKAN BERSELIMUT TERJAL


Biarkan menjadi yang terakhir
Untuk memulai sebuah awal
Biarkan cinta menyemai keabadian
Mengalir pelan sesuai rotasi takdir
Berjalan wajar seperti ketetapan qodar

Lalu biarkan
Kerikil tajam temani perjalanan
Sebagai senjata menuju perpaduan
Ketika pijakan berselimut terjal

Yakinlah
Setelah semuanya
Padu akan berpagut di peraduan
Mengurai madu di cawan syahdu

DI BATAS CAKRAWALA SENJA


Mengurai tingkah
Diambang senja
Berona jingga
Membahasa jiwa
Dengan sapa terindah

Lembayung mengukir pena
Dipenghujung teratak
Menjuntai tepian Kasturi
Semerbak mewangi

Indah taman hati
Temaram larung jiwa
Mesra sapa
Dibatas cakrawala senja
Penghantar kidung malam

SEMUA HILANG


Berganjak dari mimpi sang putri
Melandai harap di serambi
Menimang syair gulma hakiki
Membongkah noktah
Berzaman tercari

Ini kisah mahadewi
Sepi dipemukim rajawali
Utusan arjuna sang pemimpi
Seketika merajut fantasi
Di bulan merah kini

Semua hilang
Ditelan perkabaran dini
Prahara semalam fantasi
Lenyap terbawa kidung kusuma wani
Yang tinggal hanya lonceng kematian dinanti

TANPA SIRAT-SIRAT TERJAWAB


Mahligai engkau pemuja
Masih kukuhku
Atas beribu makna tiada tereja
Dari riwayat pada sepenggal serat
Kian berkarat

Cermin ku telah menjelma
Pada aku yang bertanya
Dari kecipak air menyererupai wadah
Tiada pula menyatu kemakripat rasa-rasa

Lantas ku abadikan
Dari setiap pahatan sastra
Manda sukmamu sukar ku jamah
Atau pula ku telaah

Biar lah cukup ku indahkan hasrat
Tanpa sirat-sirat terjawab

Kias berpoles misteri
Dari genggam ku sunyi
Kelak gersang bagai di sahara
Kala rukunan cinta kau pinta

SEPANJANG PERJALANAN


Haru pilu membawa garisan Takdir
Bukan ,bukan itu hendakku
Bagai lama dalam derita terpinggir
Mencari titian tulus satu persatu

Disimpang itu terdengar rebut jerit menjerit
Senaskah wacana silih berganti mengelumit
hanya mampu menatap kejauhan nan berakit
Tersentuh kilah yg membumbung bait

Sepanjang perjalanan
Seusia Waktu sandaran
Sealur hidup keperitan
Membuncah jiwa peluh penat kehidupan

Tuhan angkat garisan takdir mereka
Agar senasib denganku Disini
Tuhan berikan teduh rimbun bagi mereka
Agar nyaman menapaki langkah dibumiMu ya ROBBY...

MENTARI MENGABARKAN DERITA



Jerit pilu yang terbiar
Hitam kusam disepanjang titian
Menghiba rayu harap yang terlempar
Jauh impian sepenggal keadaan

Mentari mengabarkan derita
Pada renta tubuh Kusam nan merela
Pada sayu memohon belas kasihan
Tutur sembab di usang perjanlanan

Ini waktu ketika masa berlomba
Merengggut Ceria
Terlupa pada lembah
Penuh tangisan
Hiba pada ranting yang rapuh
Pada dedaun yang jatuh

Kasihan kapan akan usai
Sedang sebagian pelangi terang kemilau
Lalu melandai cakrawala kelabu
Menyisakan serpih
Menjadi haru dipersimpangan hari

MENATAP TEPIAN CAKRAWALA


Ada jerit membelah siang
Perut perih lapar tertahan
Ingsut melangkah
Menapak gundah
Kuyu sayu simbah peluh
Teretas sekujur tubuh

Dekil dan kerdil
Henyak napas memelas
Kudap harapmu sirna
Meniti hitam tepian aspal
Tanpa alas
Menantang bara sengat mentari
Bukan sombong
Bukan jagoan
Tapi karena keadaan

Laju layu keutara
Menatap tepian cakrawala
Yang hitam trtutup awan
Yang mulai kelam bak abu sekam

Harapmu pudar
Asamu nanar
Hanya sibak tirai waktu
Tanpa kepastian tentu
Meramu...memadu
Gundah jiwa semakin semu