Jumat, 11 Mei 2012

MELUKISMU DI RENTANG CAHAYA PAGI


Menabur buih-buih.
Bertebaran mengitari rupawan pagi..
Elok penghias warna bumi..
Berdetak lirih terdalam sanubari...
Kukafani mimpi penggurit hati..
Mengkubur terdalam bumi...

Melukis suasana hati terbaluti mimpi
Mengusik kembali cinta yang lama pergi..
Bertandang sematkan ilusi..
Meluruh jiwaku mengelupas ari..
Sepenggal hati kou singgahkan lagi..
Menghampiri mimpi melumat suyuti..

Melukismu direntang cahaya pagi.
Kuwarnai indah sutra permadani.
Gumanku menggenggam rasa diri..
Mencintamu sampai pada hari ini.
Apa kou rasakan detak nadi..
Mengarus deras menggenang nurani..

Pagi solekmu menguning rona...
Memerah bara mengasap asmara..
Padamu cinta segarkan jiwa..
Kujamah dalam direngkuhan sukma..
Rasahkan getar getar merapa rupa..
Mengkatup semburatkan rona..
Cinta masih bersemayam dalam dada...

SEPERTI KATA REMBULAN

Tertulislah sebuah kisah
Diantara malam yang sepi
Dimana hanya rembulan yang tinggal separuh
Berbisik bisik lirih bersama sisa sisa kerlip bintang
Bercerita tentang lara
Yang kini terdengar pilu
Diantara basahnya bumi

Seperti kata rembulan..
Ranting itu terdengar berderak patah
Saat daun daun kecilnya mulai berguguran
Jatuh terhempas ke bumi..

Namun...
Itu mungkin belum cukup untuk langit.
Hingga halilintarpun terus membentak menyalahkan.
Tanpa pernah mau melihat jejak jejak rapuh,
Yang tersimpan diantara kulit kayu yang semakin kering.

Minggu, 06 Mei 2012

SAAT BIBIR DINGIN MENGECUP BEKU


Mencintaiku, katamu
Tapi mengapa begitu ?
Sedang senja setia menanti malam
Tapi kenapa kau begitu cepat temaram ?
Termakan alibi lupa pada janji
Yang kau buat dan kau pungkiri sendiri

Lalu..
Mencintaiku, katamu
Tapi mengapa begitu ?
Sedang nafas ini masih memburu
Saat bibir dingin mengecup beku
Tapi mengapa terkesan semu ?
Saat ku tahu ada bayangan lain dipikiranmu

Jadi..
Kenapa mencintaiku
Jika ternyata kau masih begitu
Apa tak ada artiku bagimu ?

KU KIRIM SEBARIS KATA


Pada malam yang menggulung senja
Mengulum senyum diantara rindang rembulan
Hatiku berjelaga pada pijak mayapada
Mengiringku terhenyak di tepian gulita langit

Berarah berpeta menyapa beranda malam
Berkelana hingga terkaram pada samudera
Mengukir aksara bertinta indahnya salju
Dan dari tarian tarian lembut jemari
Menjadi kalimat pengingat langkah jiwa

Kukirim sebaris kata santun dari nurani
Yang bercahaya sang rembulan
Kata yang terkirim seiring senyum malam
Berkerlip sang bintang dan periperi kecil
Kata yang lahir dari bening hati sang awan
Di helai kalam kalam suciku.
Menyapa beranda malammu